DAFTAR ISI
JUDUL
................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .........................................................................
ii
DAFTAR ISI ......................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ............................................................
4
B. Rumusan Masalah
..................................................................... 5
C.
Tujuan Penulisan
....................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kejahatan Kemanusiaan
…………...………………………… 6
B.
Pengadilan Kriminal Internasional ……………..…………… 7
C.
Factor-Faktor Penyebab Pelecehan Seksual
…......………….. 8
D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM ……………………..…… 11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
…….……………………………….…………… 12
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Landasan
Pembelajaran Nilai Kemanusiaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Secara
yuridis-formal, pendidikan nilai, norma dan moral di Indonesia dilaksanakan
melalui pendidikan kewarganegaraan yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar
Republik Indonnesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan konstitusional,
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
sebagai landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahum 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) sebagai landasan kurikuler. Sejalan dengan Kebijakan Departemen
Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maka
kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga pendidikan formal
dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian Pembukaan alinea keempat
memberikan dasar pemikiran tentang tujun negara.
Salah
satu tujuan negara tersebut dapat dikemukakan dari pernyataan “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Apabila dikaji, maka tiga kata ini mengandung makna yang
cukup dalam. Mencerdaskan kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya
pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan berkewarganegaraan,
pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara negara dan segenap
rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku secara
cerdas baik dalam proses pemecahan masalah maupun dalam pengambilan keputusan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
UU
Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas sebagi landasan operasional penuh dengan pesan
yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal 3 ayat (2)
tentang fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa: Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud kejahatan terhadap umat
manusia ?
b. Apa saja factor-faktor kejahatan seksual ?
c. Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran HAM ?
d. Bagaimana dengan penangan kasus pelanggaran
HAM ?
C. Tujuan Penulisan
a. Agar mahasiswa memahami tentang kejahatan
manusia
b. Agar mahasiswa mengetahui tentang
pelanggaran ham dan bagaimana cara penanganannya
BAB II
PEMBAHASAN
Kejahatan
terhadap umat manusia adalah istilah
di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan
massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu
kejahatan penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan internasional
telah secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia"
sebagai tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang
dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya
kejahatan terhadap kemanusian dilakukan atas dasar kepentingan politis, seperti
yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda
dan Yugoslavia
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no.
26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut
UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi
kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Kejahatan
terhadap kemanusiaan ialah salah satu dari empat Pelanggaran HAM berat yang
berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM
berat lainnya ialah Genosida, Kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
B. Pengadilan Kriminal Internasional
Pada
tahun 2002 di kota Hague di Belanda
dibentuklah suatu pengadilan kriminal internasional yang dalam bahasa
Inggris disebut International Criminal Court (ICC)
dan Statuta Roma memberikan kewenangan
kepada ICC untuk mengadili kejahatan genosida, kejahatan terhadap
perikemanusiaan dan kejahatan perang.
Kejahatan-kejahatan terhadap
perikemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 Statuta Roma tersebut
adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil dengan tujuan ::
(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan
(c) Perbudakan;
(d) Pengusiran atau pemindahan penduduk
(e) Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
(f) Menganiaya;
(g) Memperkosa, perbudakan seksual,
memaksa seorang menjadi pelacur,
menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi
secara paksa, ataupun bentuk kejahatan seksual lainnya ;
(h) Penyiksaan terhadap
kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama,
jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan
alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang
dilarang oleh hukum internasional
(i) Penghilangan seseorang
secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan lainnya yang
tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan
penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya.
Adapun
faktor penyebab yang mendominasi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual
yang dilakukan terhadap anak di bawah umur adalah
1. Faktor keinginan
2. Faktor kesempatan
3. Faktor lemahnya iman
ü Faktor keinginan
Yang dimaksud dengan faktor keinginan adalah: suatu kemauan yang sangat kuat
yang mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya
seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau peristiwa yang secara
tidak langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya
untuk meniru adegan tersebut.
ü Faktor kesempatan
Adapun yang dimaksud dengan faktor kesempatan disini adalah: suatu keadaan yang
memungkinkan (memberi peluang) atau keadaan yang sangat mendukung untuk
terjadinya sebuah kejahatan. Faktor kesempatan ini biasanya banyak terdapat
pada diri si korban seperti:
Kurangnya perhatian orang tua
terhadap anak - anaknya, hal ini disebabkan orang tua sibuk
bekerja.
Kurangnya pengetahuan si anak
tentang seks, hal ini didasarkan kepada kebudayaan ketimuran yang menganggap bahwa
pengetahuan seks bagi anak merupakan perbuatan yang tabu. Sehingga anak dengan
mudah termakan rayuan dan terjerumus tanpa mengetahui akibatnya.
ü Faktor lemahnya iman
Faktor lemahnya iman di sini merupakan faktor yang sangat mendasar
yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan.
Jika ketiga faktor itu telah terkumpul, maka perbuatan akan terlaksana dengan
mudah. Tapi apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut di atas tidak terpenuhi
maka kejahatan tidak mungkin terjadi. Misalnya saja apabila hanya ada faktor
keinginan dan faktor lemahnya iman, sedangkan faktor kesempatan tidak ada maka
perbuatan itu tidak akan terjadi. Demikian juga apabila hanya ada faktor
kesempatan, sedangkan faktor keinginan tidak ada serta faktor imannya ada maka
perbuatan itu juga tidak akan terjadi.
Tetapi faktor yang paling menentukan dalam hal ini adalah: faktor lemahnya
iman. Jika lemahnya iman seseorang atau iman seseorang tidak ada, maka perbuatan
pasti akan terjadi tanpa ada yang dapat mencegahnya.
Dari penjelasan tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa kunci yang paling utama yang dapat mencegah
terjadinya suatu tindak pidana adalah: iman. Jika iman telah ada niscaya
perbuatan itu tidak akan terjadi. Apabila hal ini terjadi juga, maka hakim
harus memutuskan dan menetapkan hukuman yang setimpal bagi si pelaku.
Munculnya lembaga peradilan HAM di Indonesia dilatarbelakangi oleh buruknya situasi di Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999. Keadaan ini menarik perhatian dunia internasional, khususnya PBB, untuk mengambil tindakan guna memulihkan keadaan tersebut.
Terhadap situasi tersebut, PBB melalui Dewan Keamanan (DK) mengeluarkan resolusi nomor: 1264 tahun 1999 yang isinya mengecam pelanggaran berat HAM pasca jajak pendapat di Timor Timur. Menyikapi desakan PBB yang juga merupakan desakan internasional dan demi melindungi kepentingan nasional yang lebih besar, maka pemerintah Indonesia membentuk pengadilan HAM yang mengundangkan UU nomor: 26 tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pembentukan pengadilan HAM ini merupakan pelaksanaan dari pasal 104 paragraf (1) UU nomor: 39 tahun 1999 tentang HAM.
Menurut UU nomor 26/2000, yang dimaksud dengan pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran berat HAM yang dikategorikan pelanggaran HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida.
Berdasarkan UU nomor 26 tahun 2000 yang berwenang mengadili pelanggaran HAM berat adalah pengadilan HAM yang dibentuk oleh UU tersebut. Sedangkan terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU tersebut berlaku, maka akan dilakukan oleh pengadilan HAM Ad Hoc yang dibentuk dengan Keputusan presiden berdasarkan usul DPR (Pasal 43 UU nomor 26 tahun 2000).
Berdasarkan pada keputusan presiden (Pasal 43 ayat 2) tersebut menyatakan bahwa pengusulan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc itu harus dilakukan oleh DPR atas dasar dugaan yang telah terjadinya pelanggaran HAM berat yang dibatasi Locus Delicti dan Tempos Delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya UU nomor 26/2000.
Pada perkembangannya muncul kekhawatiran bahwa kewenangan DPR ini dapat disalahgunakan untuk mengesampingkan perkara-perkara pelanggaran HAM berat yang semestinya layak diajukan ke pengadilan HAM Ad Hoc. Kekhawatiran tersebut terjadi ketika panitia khusus yang dibentuk oleh DPR menetapkan beberapa peristiwa seperti: tragedi Trisakti, Semanggi I dan II tidak terjadi pelanggaran HAM berat sebagaimana yang dimaksud oleh UU nomor 26 tahun 2000. Atas situasi tersebut, DPR yang dianggap lembaga politik yang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan, karena penyelidikan adalah tindakan yang bersifat yudisial, maka keluarlah putusan MK pada tanggal 21 Februari 2008 atas uji materi pasal 43 ayat 2 UU nomor 26/2000 tentang pengadilan HAM sehingga DPR tidak lagi dapat membentuk pengadilan HAM Ad Hoc kecuali berdasar pada penyelidikan Komnas HAM. Dengan prosedur ini, maka terdapat peristiwa yang diselidiki oleh Komnas HAM, yang salah satunya adalah kasus peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Bentuk pelanggaran-pelanggaran HAM yang
biasa didapati masyarakat antara lain:
- Diskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan yang dilakukan langsung atau tidak langsung yang didasarkan pada perbedaan manusia baik itu etni, agama, suku dan ras.
- Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik itu jasmani maupun rohani
a. Bentuk pelanggaran HAM bersifat
berat
- Pembunuhan massal (genisida)
- Penghilangan orang secara paksa
- Pembunuhan sewenang-wenang
- Perbudakan atau diskriminasi secara sistematis
b. Bentuk pelanggarna HAM bersifat
ringan
- Pencemaran nama baik
- Pemukulan
- Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
- Penganiayaan
- Menghilangkan nyawa orang lain
Upaya penegakan ham
•
Pengeluaran UU No. 39
tahun 1999 tentang HAM
•
Pengeluaran UU No. 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
•
Pembentukan Komisi
Nasional HAM dengan KEPRES No. 50 tahun 1993 serta pembentukan komisi anti
kekerasan terhadap perempuan
Penanganan Kasus Pelangaran HAM
•
Pelanggaran HAM dapat
terjadi dilingkungan apa saja, termasuk lingkungan sekolah. Sebagai tindakan
pencegahan maka perlu dkembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati,
persaudaraan dan menghindari dari kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau
perbuatan tercela yang lain. Misalnya dengan mengembangkan nilai-nilai budaya
lokal yang sangat mulia
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah
di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan
penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan
terhadap yang lain.
Kejahatan-kejahatan terhadap
perikemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 Statuta Roma tersebut
adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil dengan tujuan ::
(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan
(c) Perbudakan;
(d) Pengusiran atau pemindahan penduduk
(e) Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
(f) Menganiaya;
(g) Memperkosa, perbudakan seksual,
memaksa seorang menjadi pelacur,
menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi
secara paksa, ataupun bentuk kejahatan seksual lainnya ;
(h) Penyiksaan terhadap
kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama,
jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan
alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang
dilarang oleh hukum internasional
(i) Penghilangan seseorang
secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan lainnya yang
tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan
penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya.
•
Pelanggaran HAM dapat
terjadi dilingkungan apa saja, termasuk lingkungan sekolah. Sebagai tindakan
pencegahan maka perlu dkembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati,
persaudaraan dan menghindari dari kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau
perbuatan tercela yang lain. Misalnya dengan mengembangkan nilai-nilai budaya
lokal yang sangat mulia