Translate

Rabu, 29 Maret 2017

Hak Asasi Manusia

DAFTAR ISI

  JUDUL ................................................................................................ i
  KATA PENGANTAR ......................................................................... ii
  DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

  BAB I   PENDAHULUAN
        A.  Latar Belakang Masalah ............................................................ 4
        B.  Rumusan Masalah ..................................................................... 5
       C.   Tujuan Penulisan ....................................................................... 5

  BAB II  PEMBAHASAN
        A.  Kejahatan Kemanusiaan …………...………………………… 6
        B.   Pengadilan Kriminal Internasional ……………..…………… 7
        C.   Factor-Faktor Penyebab Pelecehan Seksual …......………….. 8
       D.  Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM ……………………..…… 11

  BAB III  PENUTUP
       A.  Kesimpulan …….……………………………….…………… 12




BAB 1
PENDAHULUAN

      A.   Latar  Belakang
 Landasan  Pembelajaran Nilai Kemanusiaan  dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Secara yuridis-formal, pendidikan nilai, norma dan moral di Indonesia dilaksanakan melalui    pendidikan kewarganegaraan yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonnesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan konstitusional, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahum 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler. Sejalan dengan Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maka kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga pendidikan formal dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian Pembukaan alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujun negara.
Salah satu tujuan negara tersebut dapat dikemukakan dari pernyataan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Apabila dikaji, maka tiga kata ini mengandung makna yang cukup dalam. Mencerdaskan kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku secara cerdas baik dalam proses pemecahan masalah maupun dalam pengambilan keputusan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas sebagi landasan operasional penuh dengan pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal  3 ayat (2) tentang fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta  bertanggung jawab.

B.   Rumusan Masalah
a.     Apa yang dimaksud kejahatan terhadap umat manusia ?
b.     Apa saja factor-faktor kejahatan seksual ?
c.      Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran HAM ?
d.     Bagaimana dengan penangan kasus pelanggaran HAM ?

C.   Tujuan Penulisan
            a.    Agar mahasiswa memahami tentang kejahatan manusia
            b.    Agar mahasiswa mengetahui tentang pelanggaran ham dan bagaimana cara      penanganannya






BAB II
PEMBAHASAN


A.  Kejahatan Kemanusiaan
           Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan internasional telah secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia" sebagai tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya kejahatan terhadap kemanusian dilakukan atas dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan Yugoslavia
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Kejahatan terhadap kemanusiaan ialah salah satu dari empat Pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah Genosida, Kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.




 B.  Pengadilan Kriminal Internasional
Pada tahun 2002 di kota Hague di Belanda dibentuklah suatu pengadilan kriminal internasional yang dalam bahasa Inggris disebut International Criminal Court (ICC) dan Statuta Roma memberikan kewenangan kepada ICC untuk mengadili kejahatan genosida, kejahatan terhadap perikemanusiaan dan kejahatan perang.
Kejahatan-kejahatan terhadap perikemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 Statuta Roma tersebut adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil dengan tujuan ::
(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan
(c) Perbudakan;
(d) Pengusiran atau pemindahan penduduk
(e) Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
(f) Menganiaya;
(g) Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur, menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun bentuk kejahatan seksual lainnya ;
(h) Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang dilarang oleh hukum internasional
(i) Penghilangan seseorang secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan lainnya yang tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya.







C.  Factor-Faktor Penyebab Pelecehan Seksual
Adapun faktor penyebab yang mendominasi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur adalah
            1.  Faktor keinginan
            2.  Faktor kesempatan
            3.  Faktor  lemahnya iman


ü Faktor keinginan
            Yang dimaksud dengan faktor keinginan adalah: suatu kemauan yang sangat kuat  yang mendorong si pelaku  untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau peristiwa  yang secara tidak langsung telah  menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru adegan tersebut.

         ü Faktor kesempatan
            Adapun yang dimaksud dengan faktor kesempatan disini adalah: suatu keadaan yang memungkinkan (memberi peluang) atau keadaan yang  sangat mendukung untuk terjadinya sebuah kejahatan. Faktor kesempatan ini biasanya banyak terdapat pada diri si korban seperti:
               Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak - anaknya, hal ini disebabkan  orang tua   sibuk bekerja.
               Kurangnya pengetahuan si anak tentang seks, hal ini didasarkan kepada kebudayaan ketimuran yang menganggap bahwa pengetahuan seks bagi anak merupakan perbuatan yang tabu. Sehingga anak dengan mudah termakan rayuan dan terjerumus  tanpa mengetahui akibatnya.

      ü Faktor lemahnya iman
            Faktor lemahnya iman di sini  merupakan faktor yang sangat mendasar yang  menyebabkan seseorang  melakukan sebuah kejahatan.
            Jika ketiga faktor itu telah terkumpul, maka perbuatan akan terlaksana dengan mudah. Tapi apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut di atas tidak terpenuhi maka kejahatan tidak mungkin terjadi. Misalnya saja apabila hanya ada faktor keinginan dan faktor lemahnya iman, sedangkan faktor kesempatan tidak ada maka perbuatan itu tidak akan terjadi. Demikian juga apabila hanya ada faktor kesempatan, sedangkan faktor keinginan tidak ada serta faktor imannya ada maka perbuatan itu juga tidak akan terjadi.
            Tetapi faktor yang paling menentukan dalam hal ini adalah: faktor lemahnya iman. Jika  lemahnya iman seseorang atau iman seseorang tidak ada, maka perbuatan pasti akan terjadi tanpa ada yang dapat mencegahnya.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kunci yang paling utama yang dapat mencegah terjadinya suatu tindak pidana adalah: iman. Jika iman telah ada niscaya perbuatan itu tidak akan terjadi. Apabila hal ini terjadi juga, maka hakim harus memutuskan dan menetapkan hukuman yang setimpal bagi si pelaku.



A. Pengadilan HAM di Indonesia
            Munculnya lembaga peradilan HAM di Indonesia dilatarbelakangi oleh buruknya situasi di Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999. Keadaan ini menarik perhatian dunia internasional, khususnya PBB, untuk mengambil tindakan guna memulihkan keadaan tersebut.
            Terhadap situasi tersebut, PBB melalui Dewan Keamanan (DK) mengeluarkan resolusi nomor: 1264 tahun 1999 yang isinya mengecam pelanggaran berat HAM pasca jajak pendapat di Timor Timur. Menyikapi desakan PBB yang juga merupakan desakan internasional dan demi melindungi kepentingan nasional yang lebih besar, maka pemerintah Indonesia membentuk pengadilan HAM yang mengundangkan UU nomor: 26 tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pembentukan pengadilan HAM ini merupakan pelaksanaan dari pasal 104 paragraf (1) UU nomor: 39 tahun 1999 tentang HAM.
            Menurut UU nomor 26/2000, yang dimaksud dengan pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran berat HAM yang dikategorikan pelanggaran HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida.
            Berdasarkan UU nomor 26 tahun 2000 yang berwenang mengadili pelanggaran HAM berat adalah pengadilan HAM yang dibentuk oleh UU tersebut. Sedangkan terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU tersebut berlaku, maka akan dilakukan oleh pengadilan HAM Ad Hoc yang dibentuk dengan Keputusan presiden berdasarkan usul DPR (Pasal 43 UU nomor 26 tahun 2000).
            Berdasarkan pada keputusan presiden (Pasal 43 ayat 2) tersebut menyatakan bahwa pengusulan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc itu harus dilakukan oleh DPR atas dasar dugaan yang telah terjadinya pelanggaran HAM berat yang dibatasi Locus Delicti dan Tempos Delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya UU nomor 26/2000.
Pada perkembangannya muncul kekhawatiran bahwa kewenangan DPR ini dapat disalahgunakan untuk mengesampingkan perkara-perkara pelanggaran HAM berat yang semestinya layak diajukan ke pengadilan HAM Ad Hoc. Kekhawatiran tersebut terjadi ketika panitia khusus yang dibentuk oleh DPR menetapkan beberapa peristiwa seperti: tragedi Trisakti, Semanggi I dan II tidak terjadi pelanggaran HAM berat sebagaimana yang dimaksud oleh UU nomor 26 tahun 2000. Atas situasi tersebut, DPR yang dianggap lembaga politik yang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan, karena penyelidikan adalah tindakan yang bersifat yudisial, maka keluarlah putusan MK pada tanggal 21 Februari 2008 atas uji materi pasal 43 ayat 2 UU nomor 26/2000 tentang pengadilan HAM sehingga DPR tidak lagi dapat membentuk pengadilan HAM Ad Hoc kecuali berdasar pada penyelidikan Komnas HAM. Dengan prosedur ini, maka terdapat peristiwa yang diselidiki oleh Komnas HAM, yang salah satunya adalah kasus peristiwa kerusuhan Mei 1998.






       D.  Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM

Bentuk pelanggaran-pelanggaran HAM yang biasa didapati masyarakat antara lain: 
  • Diskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan yang dilakukan langsung atau tidak langsung yang didasarkan pada perbedaan manusia baik itu etni, agama, suku dan ras.  
  • Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik itu jasmani maupun rohani 
a. Bentuk pelanggaran HAM bersifat berat 
  • Pembunuhan massal (genisida) 
  • Penghilangan orang secara paksa 
  • Pembunuhan sewenang-wenang
  • Perbudakan atau diskriminasi secara sistematis
b. Bentuk pelanggarna HAM bersifat ringan
  • Pencemaran nama baik 
  • Pemukulan 
  • Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
  • Penganiayaan
  • Menghilangkan nyawa orang lain
    Upaya penegakan ham
      Pengeluaran UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
      Pengeluaran UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
      Pembentukan Komisi Nasional HAM dengan KEPRES No. 50 tahun 1993 serta pembentukan komisi anti kekerasan terhadap perempuan

    Penanganan Kasus Pelangaran HAM
      Pelanggaran HAM dapat terjadi dilingkungan apa saja, termasuk lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka perlu dkembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindari dari kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela yang lain. Misalnya dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain.
            Kejahatan-kejahatan terhadap perikemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7    Statuta Roma tersebut adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil dengan tujuan ::
(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan
(c) Perbudakan;
(d) Pengusiran atau pemindahan penduduk
(e) Perampasan kemerdekaan / perampasan kebebasan fisik lain
(f) Menganiaya;
(g) Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur, menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun bentuk kejahatan seksual lainnya ;
(h) Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang dilarang oleh hukum internasional
(i) Penghilangan seseorang secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan lainnya yang tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya.
      Pelanggaran HAM dapat terjadi dilingkungan apa saja, termasuk lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka perlu dkembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindari dari kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela yang lain. Misalnya dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar