Definisi Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan
dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh
mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap
kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat
sangat diperlukan bagi tubuh kita. Sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan,
dan organ yang terdiri atas :
1.
Pertahanan
lini pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada
pada permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur, bulu hidung,
keringat, cairan mukosa, rambut.
2.
Pertahanan
lini kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus,
limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit, antibodi, dan
hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan
masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh
melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun kita tersebar
di seluruh tubuh dan tidak berada di bawah perintah otak, tetapi bekerja
melalui rangkaian informasi pada tiap bagian dari sistem imun. Jumlah sel-sel
imun lebih banyak 10 kali lipat dari sistem saraf dan mengeluarkan empat puluh
agen imun yang berbeda-beda untuk melindungi tubuh dari penyakit. Sistem
pertahanan tubuh pada manusia atau lebih kita kenal sebagai sistem imun sering
diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau ‘musuh’ yang terdiri atas zat
asing yang akan memasuki tubuh. Istilah “Imun” berasal dari suatu istilah pada
era Romawi yang berarti suatu keadaan “bebas hutang”. Dengan demikian, sistem imun
lebih tepat diartikan sebagai suatu sistem yang menjamin terjalinnya komunikasi
antara manusia dan lingkungan yaitu media hidupnya secara setara dan tidak
saling merugikan.
Komponen
Dalam Sistem Imun
Komponen utama dalam sistem imun selain yang telah disebutkan,
adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih
atau leukosit. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, leukosit terbagi
atas:
1. Granular,
memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu basofil, asidofil/eosinofil dan
neutrofil.
2. Agranular,
tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit agranular yaitu monosit dan limfosit.
Selain
itu, ada juga sel bernama Macrophage (makrofag), yang biasanya berasal dari
monosit. Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara
memakannya. Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel
reseptor antigen yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga sel pemuncul
antigen (Antigen Presenting Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh,
molekul tertentu mengikatkan diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan
limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen yang disebut Major Histocompability
Complex (MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC. MHC 1 menghadirkan antigen di
hadapan limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan antigen ke hadapan limfosit
T pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon
imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu limfosit B dan
limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara limfosit T dan limfosit B:
Limfosit
B
|
Limfosit
T
|
1. dibuat
di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi (pluripotent
stem cells) dan dimatangkan di sumsum tulang (Bone Marrow)
2. Berperan
dalam imunitas humoral
3. Menyerang
antigen yang ada di cairan antar sel
4. Terdapat
3 jenis sel Limfosit B yaitu:
a) Limfosit B
plasma, memproduksi antibodi.
b) Limfosit B pembelah,
menghasilkan limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat
c) Limfosit B
memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh
|
1. dibuat di sumsum tulang dari sel
batang yang pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan
di timus
2. Berperan dalam imunitas selular
3. Menyerang antigen yang berada di dalam
sel
4. Terdapat 3 jenis sel limfosit T yaitu:
a) Limfosit T pembantu
(helper T cells), mengatur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun
b) Limfosit T pembunuh
(killer T cells), menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
c) Limfosit T supresor
(supressor T cells), menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi
berhasil diatasi.
|
2.2.Macam-Macam Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem
kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu kekebalan tubuh tidak spesifik dan
kekebalan tubuh spesifik.
1. Sistem
Kekebalan Tubuh Non Spesifik
a) Proses
pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut
kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi
masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena
lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa asing
dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut. Minyak yang dihasilkan
oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial. Rambut hidung juga
memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel
berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva)
mengandung enzimm yang disebut lisozim. Bila patogen berhasil melewati pertahan
tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.
b) Proses
pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non
spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan
menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi
yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh
darah dan akhirnya pecah. Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan
langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis
karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut
pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara
menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan
bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu
lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan
enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu
terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain
: paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel
mesangial), otak(sel–sel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada
nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit
besarProtein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah
protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non
spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang
terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel
tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka
patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang
diperantarai oleh limfosit.
2. Sistem
Kekebalan Tubuh Spesifik
Ada 2 jenis kekebalan tubuh yang berperan pada kekebalan
yang spesifik ini yaitu kekebalan selular dan kekebalan humoral. Kekebalan ini
hanya berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal artinya bila jenis
kuman/zat asing tersebut sudah lebih dari satu kali masuk ke dalam tubuh
manusia. Salah satunya adalah pengenalan melalui vaksinasi yang risikonya jauh
lebih kecil dibanding kena panyakit yang sesungguhnya.
a) Kekebalan
Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi
yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika suatu antigen masuk ke dalam
tubuh untuk pertama kalinya, sel B pembelah akan membentuk sel B plasma dan sel
B pengingat. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang berfungsi mengikat
antigen. Dengan demikian, makrofag akan lebih mudah menangkap dan menghancurkan
patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B plasma akan mati, sedangkan sel B
pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian respons terhadap
patogen ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh, sel
B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B plasma. Sel B
plasma berfungsi memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons
kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan lebih
besar dibandingkan respons kekebalan primer. Hal ini dikarenakan adanya memori
imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah
masuk ke dalam tubuh. Perhatikan gambar berikut!
b) Kekebalan
Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang
sel-sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung. Ketika sel T
pembunuh kontak dengan antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh akan
menyerang dan menghancurkannya dengan cara merusak membran sel asing. Apabila
infeksi telah berhasil ditangani, sel T supresor akan menghentikan respons
kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T pembunuh dan membatasi
produksi antibodi.
Pertahanan
Spesifik: Imunitas Diperantarai Antibodi
Untuk respon imun yang diperantarai antibodi, limfosit B
berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2 proses yaitu respon
imun primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen
dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa
sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang mereka punya
dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah
terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap
hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B
yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer.
Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat
menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya
melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk
membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk
menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon
imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen
yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang
disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen
tersebut sudah mati. Limfosit B memori biasanya berumur panjang dan tidak
memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen
yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa
saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut
bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun
harus diulang dari awal.
Pertahanan
Spesifik:Imunitas Diperantarai Sel
Untuk respon imun yang diperantarai sel, Limfosit yang
berperan penting adalah limfosit T. Jika suatu saat ada patogen yang berhasil
masuk dalam tubuh kemudian dimakan oleh suatu sel yang tidak bersalah(biasanya
neutrofil), maka patogen itu dicerna dan materialnya ditempel pada permukaan
sel yang tidak bersalah tersebut. Materi yang tertempel itu disebut antigen.
Respon imun akan dimulai jika kebetulan sel tidak bersalah ini bertemu dengan
limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan interleukin 1 sehingga
limfosit T terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan antigennya. Permukaan
Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah satu antigen saja.
Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini, yang disebut Limfosit
T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen dan mempunyai 2
pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya. Pertama, Limfosit T
pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan senyawa baru
disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan memanggil Limfosit
T Sitotoksik. Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan menghasilkan racun yang akan
membunuh sel yang terkena penyakit tersebut. Kedua, Limfosit T pembantu bisa
saja mengeluarkan senyawa bernama perforin untuk membocorkan sel tersebut
sehingga isinya keluar dan mati.
Berdasarkan
cara memperolehnya, kekebalan tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan
tubuh aktif dan kekebalan tubuh pasif.
1. Kekebalan
Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh
tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan secara
buatan. Kekebalan aktif alami diperoleh setelah seseorang mengalami sakit
akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh dari sakit, orang tersebut
akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh, orang yang
pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya.
Adapun kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi. Vaksinasi adalah
proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin
merupakan siapan antigen yang diberikan secara oral (melalui mulut) atau
melalui suntikan untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen.
Vaksin dapat berupa suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau
dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu
patogen yang telah dilemahkan.
2. Kekebalan
Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh setelah
menerima antibodi dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan
buatan. Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima
antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam kandungan.
Jenis kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian air susu pertama
(kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
Sementara
itu, kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang
diekstrak dari satu individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan pasif
ini berlangsung singkat, tetapi berguna untuk penyembuhan secara cepat.
2.3.Definisi Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia
(cacar sapi). Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat melindungi orang
terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri patogen yang disiapkan
untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat membantu memerangi penyakit yang
lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan utama vaksin adalah merangsang
pembentukan antibody dengan konsentarasi yang cukup tinggi untuk menghilangkan
perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka yang mendapat kan vaksinasi dari
tejangkitnya penyakit.
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas seluler
maupun humoral seperti yang layak nya timbul sebagai reaksi terhadap suatu
infeksi alamiyah. Bila seseorang yang sudah di vaksinasi mengalami infeksi yang
tidak menentu dan mungkin sekali serius gejalanya akan lebih ringan atau sama
sekali tanpa manifestasiklinis. Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu
senjata yang paling ampuh dalam ilmu kedokteran prevektif terhadap penyakit
infeksi. Kemungkinan dari vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahan
kan keadaan yang setabil ini tanpa kekewatiran bahwa mikroba tersebut melalui
proses mutasi menjadi virulen kembali.
Penggolongan vaksin dapat di golongkan berdasarkan jenis,
viabilitas, komposisi dan cara pembuatanyan. Jenis mikroba dalam vaksin
menghasil kan :
1. Vaksin
bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan,
polisakarida dari kapsel fragmennya yang memiliki sifat antigen.
2. Vaksin
viral, yang terdiri dari vaksin hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, juga
fragmen yang memiliki sifat antigen.
3. Vaksin
parasite, yaitu terdiri dari suatu protein yang terdapat di protein yang
terdapat di permukaan sporozoid Plasmodium falciparum ( vaksin malaria,
eksperimental ).
Sejarah
Vaksin
Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 , seketika
sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap
efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan
Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri dengan
cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi
ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir bahwa mereka
bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri
dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka
belum sepenuhnyamemahami apa yang mereka lakukan.
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa
pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap
penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu
dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada
penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun
1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia
ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada
saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk
virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan
bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam
mencegah penyakit.
Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas. Protes
terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika Pasteur
memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter
maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara
inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan
melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa
takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin
salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak
bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan
Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih
luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti
menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak
akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus
berjalan, vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih
terus dikembangkan hingga sat ini.
2.4.Jenis-Jenis Vaksin
1. Live
Attenuated Vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah
dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang
berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip
dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :
a) Vaksin
dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga
diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen
b) Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak
perlu dosis berganda
c) Dipengaruhi
oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya
tidak tepat.
d) Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi
bentuk patogenik
e) Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan
infeksi alamiah
f) Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang
dengan keefektifan mencapai 95%
g) Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi
di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan
Contoh : vaksin polio (Sabin),
vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan
cacar air (varisela).
2. Nactivated
Vaccine (Killed Vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan
zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari
bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja.
Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :
a) Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat
dimasukkan dalam bentuk antigen
b) Respon imun yang timbul sebagian besar adalah
humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler
c) Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa
waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan
imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon
imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga
d) Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody
e) Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk
patogenik
f) Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa
dengan infeksi alamiah
Contoh : vaksin rabies, vaksin
influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera,
vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.
3. Vaksin
Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang
menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah.
Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan
toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu
merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif
selama satu tahun.
Bahan
ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan
imunogenesitasnya. Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus
4. Vaksin
Acellular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau
bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin
hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.
5. Vaksin
Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment
antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung
asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat
bertindak sebagai antigen.
Vaksin
ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran
terhadap reseptor pre sel B.
6. Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam
jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau
eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan
baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein
juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen
sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari
berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan
dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan
vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen.
Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop
bagi sel penerima vaksin.
7. Vaksin
DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang
memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen
tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa
untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak
berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.
Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang
bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini
berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang patogen dan
saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil
akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin
DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup
kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan
2.5.Macam – Macam Vaksin
1. BCG
(Bacillus Calmette Guerin)
Pengertian
: Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium
bovis hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin = BCG ) . pemberian
imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette guerin) yang
masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.
Indikasi
: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC
Cara
pemberian dosis :
a) Sebelum
disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%.
Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.
b) Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk
bayi.
Waktu pemberian : Imunisasi BCG
sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 2 bulan. Pada anak
yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum
imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit
TBC. Seandainya hasil uji Mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak
mendapat imunisasi BCG. Tetapi bila imunisasi BCG akan dilakukan secara massal
(misalnya di sekolah, RT/RW, perusahaan, pabrik), maka pemberian suntikan BCG
dilaksanakan secara langsung tanpa uji Mantoux terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti segi teknis penyuntikan
BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologik dan lain-lain.
Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji Mantoux pada dasarnya tidaklah
membahayakan. Namun seandainya orang tua merasa bimbang karena anak anda dengan
tidak terduga mendapat imunisasi BCG di sekolah, sebaiknya bertanya kepada
dokter atau petugas kesehatan lain. Dan Biasanya setelah suntikan BCG bayi
tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya
disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan agar berkonsultasi
dahulu dengan dokter.
Kontra indikasi : Adanya penyakit
kulit yang berat/ menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Mereka
yang sedang menderita TBC.
Efek samping : Pada imunisasi BCG
jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat.
Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di
ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan
kelenjar di selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya
disebabkan arena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan
terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan
dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk
melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau
menunjukkan uji Mantoux positif.
2. TT
(Tetanus Toxoid)
Pengertian
: Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Tetanus yang telah dimurnikan
yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml
digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
sedikitnya 40 IU.
Indikasi
: Vaksin TT dipergunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir
dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus.
3. Vaksin
DPT (Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
Deskripsi
: Manfaat pemberian imunisasi vaksin ini ialah untuk menimbulkan kekebalan
aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk
rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di pasaran terdapat 3 jenis kemasan vaksin
ketiga penyakit ini. Anda dapat memperolehnya dalam bentuk kemasan tunggal
khususnya bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan
kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin tripel).
Waktu
pemberian : Imunisasi dasar diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan
dengan jarak waktu antara 2 penyuntikan 4-6 minggu. Imunisasi dasar dengan 3
kali penyuntikan lebih baik daripada dengan 2 kali penyuntikan. Untuk imunisasi
massal (di sekolah, RT/RW), biasanya cukup diberikan 2 kali penyuntikan.
Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang
umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar), dan menjelang umur 10 tahun
(sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya diberi 1 kali suntikan.
Efek
samping : Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan
rasa nyeri di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Kadang-kadang terdapat akibat
samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya
disebabkan oleh unsur pertusisnya.
Kontra
indikasi : Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah,
pernah menderita kejang atau pada penyakit gangguan kekebalan (defisiensi
imunologik). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan
merupakan indikasi kontra yang mutlak. Dokter akan mempertimbangkan pemberian
imunisasi, seandainya anak anda sedang menderita sakit ringan.
4. Diptheria
Deskripsi
: Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan
Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk
vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
Penyakit
difteri disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut Corynebacterium
diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seorang anak akan
terjangkit difteri bila ia berhubungan langsung dengan anak lain sebagai
penderita difteri atau sebagai pembawa kuman (carrier), yaitu dengan
terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila anak nyata menderita difteri
dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang carrier akan tetap berkeliaran
dan bermain dengan temannya yang belum pernah mendapat imunisasi akan tertular
penyakit difteri yang diperoleh dari temannya sendiri yang menjadi carrier.
Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi. Selain itu pada tonil
(amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan cepat selaput ini
meluas ke bagian tenggorok sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga
anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas. Kegawatan lain pada difteri ialah
adanya racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Racun ini dapat menyerang otot
jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Kematian akibat difteri sangat
tinggi; biasanya disebabkan anak “tercekik” oleh selaput putih pada tenggorok
atau karena lemah jantung akibat racun difteri yang merusak jantung.
Waktu
pemeberian : Pemberian Vaksin difteri biasanya dilakukan bersama-sama dengan
tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT), sejak bayi berumur 2 bulan
(lihatlah jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula diberikan dalam bentuk imunisasi
dasar sebanyak 2-3 kali suntikan dengan jarak waktu antara 2 suntikan 4-6
minggu. Kemudian disusul dengan imunisasi ulang pada umur 1 ½ – 2 tahun,
menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun. Imunisasi ulang sewaktu
diperlukan juga bila anak anda berhubungan dengan anak lain yang menderita
difteri. Jadi bila anak terjangkit difteri, maka anak lain yang tinggal serumah
harus mendapat imunisasi ulang meski pun belum waktunya. Daya proteksi atau
daya lindung vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-95%.
Eek
samping : Reaksi pada vaksin ini jarang terjadi, mungkin hanya berupa demam
ringan selama 1-2 hari.
Kontra
indikasi : Hanya pada anak yang menderita demam tinggi atau sakit parah
5. Diptheria
Tetanus (DT)
Pengertian
: Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Difteri dan Tetanus yang
telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal
0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis
sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk potensi Toksoid Difteri dan
sedikitnya 40 IU untuk potensi Toksoid Tetanus.
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya anak yang
diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tetapi masih
memerlukan imunisasi difteria atau tetanus. pemberian imunisasi dasar dan
ulangan sama dengan pada imunisasi DPT.
Efek
samping : Hanya berupa demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat suntikan
selama 1 – 2 hari. Hanya diberikan pada anak yang sakit parah atau sedang
menderita demam tinggi. Dengan pengawasan dokter, anak yang pernah kejang masih
dapat diberikan imunisasi DT.
6. Poliomielitis
Deskripsi
: Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan
sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol
merah. Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa.
Terdapat
2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe
I, II dan III, yaitu:
a) Vaksin
yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin
Salk). Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
b) Vaksin
yang mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi
dilemahkan (vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk
pil atau cairan.
Di
Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin. Kedua jenis vaksin
tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama
baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah melalui mulut, maka lebih sering
dipakai jenis Sabin. Di beberapa negara dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung
4 jenis vaksin, yaitu kombinasi DPT dan polio, cara pemberiannya dengan
suntikan.
Poliomielitits
ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio akan
merusak bagian anterior (bagian muka) susunan saraf tulang belakang. Gejala
yang umum dan mudah dikenal ialah anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu
anggota geraknya, setelah ia menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan
itu terjadi pada otot pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar
bernafas. Penyakit ini dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau
dengan melalui makanan.
Indikasi
: Vaksin diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis.
Waktu
pemberian : Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO
adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum
meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus
Polio Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived
Poliomielitis Vaccine). Vaksin dasar diberikan ketika anak berumur 2 bulan,
sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu. Sevaksinasi
diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan
menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal imunisasi, hal 61). Vaksin polio dapat
diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada pemberian vaksin polio perlu diperhatikan
bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI mengandung zat anti terhadap polio,
maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio bayi tersebut tidak diberi
ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI akan menghancurkan vaksin polio,
sehingga imunisasi polio menjadi gagal. Sebenarnya masalah ini masih
dipertentangkan. Pada saat ini, banyak sarjana berpendapat bahwa tidak ada
pengaruh ASI terhadap imunisasi polio. ASI dapat diberikan seperti biasa,
karena sifat dan jenis antibodi pada ASI.Kekebalan Daya proteksi vaksin polio
sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.
Akibat
tidak diberi vaksin : Akibat dari tidak di lakukan vaksin poliomyelitis yaitu
Kelumpuhan permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan. Kelumpuhan
berat, misalnya pada otot pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien
membutuhkan alat bantu napas.
Efek
samping : Reaksi Vaksin biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan terdapat
berak-berak ringan dan Efek samping Pada vaksin polio hampir tidak terdapat
efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak seperti pada
penyakit polio sebenarnya.
Kontra
indikasi : Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi
polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula pada anak yang menderita penyakit
defisiensi kekebalan tidak diberikan polio. Alasan untuk tidak memberikan
vaksin polio pada keadaan diare berat ialah kemungkinan terjadinya diare yang
lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan,
imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
7. Campak
(Morbili)
Deskripsi
: Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5
ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.
Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan
pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini
telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak. Vaksin campak yang beredar
di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam
kemasan kering di kombinasi dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubela
(campak Jerman). Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama
MMR (Measles Mumps-Rubela Vaccine). Bayi yang baru lahir telah mendapat
kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan.
Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur
6 bulan biasanya bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan adanya
kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita campak pada umur
kurang dari 6 bulan.
Indikasi
: Vaksin ini diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secar
aktif.
Cara
pemberian dan dosis :
a) Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih
dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi
5 ml cairan pelarut aquabidest.
b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan
atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1
SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak Sekolah Dasar kelas
1-6.
c) Vaksin campak yang sudah dilarutkan
hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.
Waktu pemberian : Menurut WHO (1973)
imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9
bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan
yang diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi.
Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering
dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan,
jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi
campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini,
sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan,
misalnya pada umur antara 6-7 bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari
ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan
ulang setlah berumur 15 bulan. Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi,
yaitu 96-99%. Menurut penelitian, kekebalan yang diperoleh ini berlangsung
seumur hidup, sama langgengnya dengan kekebalan yang diperoleh bila anak terjangkit
campak secara alamiah.
Efek samping : Biasanya tidak
terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan nampak
sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah
penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan. Dan untuk
efek saampingnya Sangat jarang, mungkin terdapat kejang yang ringan dan tidak
berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapat terjadi
radang otak, berupa ensefalitis atau ensefalopati, dalam waktu 30 hari setelah
imunisasi. Tetapi kejadiannya sangat jarang, yaitu 1 diantara 1 juta suntikan.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kejadian radang otak akibat
penyakit campak alamiah yang sebesar 1 diantara 250 kasus. Dengan demikian
risiko untuk terjadinya radang otak akibat infeksi alamiah 2.500 kali lebih
besar daripada akibat.
Kontra indikasi : Menurut WHO
(1963), indikasi kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit parah, yang
menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang menderita kurang gizi dalam derajat
berat. Vaksinasi campak sebaiknya juga tidak diberikan pada anak dengan
penyakit defisiensi kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang menderita
penyakit keganasan atau sedang dalam pengobatan penyakit keganasan. Karena
belum terkumpulnya cukup informasi ilmiah, sebaiknya imunisasi campak pada ibu
hamil ditangguhkan. Pada anak yang pernah kejang, imunisasi campak dapat
diberikan seperti biasanya, asalkan dengan pengawasan dokter.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika
tidak di lakukan vaksin bisa menyebabkan Penyakit campak bisa berdampak pada
radang paru-paru atau radang otak, jika panasnya terlalu tinggi bisa
menyebabkan kematian.
8. Hepatitis-B
(DNA recombinant)
Deskripsi
: Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasi
dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini
merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang
mengandung gen HBsAg, yang dimurnnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap
proses fisiko kimia seperti ultrasentrifuse,kromatografi kolom, dan perlakuan
dengan formaldehid. Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif
terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih
dikenal dengan nama penyakit lever. Setelah diteliti bahwa virus
hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever tadi. Vaksin
terbuat dari plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara pengolahan tertentu.
Dari bahan plasma tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan bagian virus yang
dapat dipakai dalam pembuatan vaksin lebih lanjut. Di kalangan masyarakat
dikhawatirkan pemakaian vaksin yang terbuat dari plasma karena adanya berita
akibat samping berupa penyakit AIDS. Namun setelah pemakaiannya yang lebih dari
10 tahun, ternyata tidak didapatkan adanya efek samping yang berarti. WHO
melaporkan pula bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup aman dan bebas dari
penyakit AIDS. Virus hepatitis B yang masuk dalam tubuh akan berkembang biak di
dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya. Gejala utama penyakit hepatitis
ialah kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah, tidak nafsu makan dan
demam. Terhadap penyakit kanker terjadinya penularan hepatitis B, di antaranya:
a) Melalui tusukan di kulit dan jaringan tubuh lainnya, misalnya
dengan suntikan biasa, tusukan anting, tato, akupunktur, goresan luka, tindakan
operasi termasuk perawatan gigi.
b) Pemindahan cairan tubuh, misalnya melalui susu
ibu, bersenggama, berciuman, tindakan operasi
c) Melalui darah atau plasma waktu transfusi
d) Selama masa janin dengan melalui uri, meskipun
penularan cara ini jarang terjadi.
Waktu
pemberian : Vaksinisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar
sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali
imunisasi ulang dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi dasar. Revaksinasi
berikutnya diberikan setiap 5 tahun. Cara pemberian imunisasi dasar di atas
mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis vaksin yang dibuat oleh pabrik.
Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin buatan Pasteur Prancis berbeda
dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat. Di samping itu perlu diberikan
pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang
mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu dengan pemberian imunoglobulin khusus
dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dalam waktu 7 hari berikutnya
bayi ini harus sudah mendapat imunisasi aktif dengan penyuntikan vaksin hepatitis
B.
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu kepada bayi,
sebaiknya ibu hamil memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B,
sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak
hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang
dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka
kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan terhadap
karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan dengan
penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu ialah
dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium.
Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan
berwisata ke negara atau daerah endemik. Kekebalan Daya proteksi vaksin
hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%.
Efek
samping : Reaksi vaksin yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan
yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini
akan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah
demam ringan. Efek samping Selama pemakaian 10 tahun ini, tidak dilaporkan
adanya efek samping yang berarti. Berbagai suara di masyarakat tentang
kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS, merupakan pemberitaan yang
dibesar-besarkan. Dengan penelitian yang luas, WHO tetap menganjurkan
pelaksanaan imunisasi hepatitis B.
Kontra
indikasi : Vaksin tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat.
Vaksinasi hepatitis B ini dapat diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan
tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin
selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah
lahir.
9. Vaksin
Tipa (tifus, paratifus A-B-C)
Indikasi
: Vaksin ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit tifus
dan paratifus. Vaksinasi ini tidak dimasukkan dalam prioritas Departemen Kesehatan
untuk Program Pengembangan Imunisasi, walaupun kejadian penyakit tifus dan
paratifus di Indonesia masih tinggi. Kebijakan ini didasarkan pertimbangan
karena penyakit tersebut pada anak tidak berbahaya dan jarang menimbulkan
komplikasi. Berlainan sekali dengan pada orang dewasa yang tidak jarang dapat
menimbulkan kematian. Namun demikian tetap dianjurkan untuk memberikan
imunisasi tifus dan paratifus pada anak. Untuk bepergian ke beberapa
negara pun masih diperlukan keterangan vaksinasi terhadap tifus dan paratifus.
Vaksinasi dianjurkan pula bagi turis yang akan berkunjung ke negara tropis
dengan kejadian penyakit yang masih tinggi. Vaksin tipa mengandung bakteria
Salmonela typhi dan Salmonela paratyphi A-B-C yang telah dimatikan dengan
memakai bahan kimia. Vaksin ini masih diproduksi di dalam negeri oleh Perum,
Biofarma, Bandung.
Penyakit ini biasanya terjadi setelah anak berumur 2 tahun.
Perjalanan penyakitnya tidak membahayakan. Tetapi sering mengkhawatirkan orang
tua karena gejala demamnya yang tinggi dan dapat berlangsung selama lebih dari
1 minggu. Berlainan halnya dengan pada orang dewasa, komplikasi penyakit tifus
jarang terjadi pada anak. Penularan terjadi melalui mulut karena makanan yang
kurang bersih dan mengandung bakteria Salmonela. Pencegahan penularan penyakit
mengalami berbagai hambatan, di antaranya karena banyaknya carrier yang
merupakan sumber penularan penyakit. Sering terjadi seorang juru masak menjadi
biang keladi penularan, karena sebagai carrier dapat menyebarkan penyakit ke
seluruh anggota keluarga di rumah, kapal laut, asrama, rumah makan dan
sebagainya.
Waktu
pemberian : Cara Vaksin/imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali,
masing-masing pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17 bulan. Beberapa sarjana
menyarankan agar vaksinasi diberikan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,
karena jarangnya kejadian penyakit ini pada anak yang lebih muda. Revaksinasi
dilakukan setiap tahun dengan 1 kali suntikan , Revaksinasi juga
diberikan pula bila sewaktu-waktu ada wabah atau kontak dengan penderita
serumah. Demikian pula pada orang dewasa, revaksinasi hendaknya diberikan
setiap 3 tahun. Cara pemberian imunisasi adalah dengan penyuntikan “bawah
kulit” pada lengan atas atau dengan penyuntikan “dalam kulit” pada lengan bawah
depan seperti halnya suntikan pada uji Mantoux. Ada yang berpendapat bahwa
suntikan pertama dilakukan “bawah kulit” dan suntikan berikutnya “dalam kulit”.
Efek
samping : Reaksi yang sering terjadi ialah demam yang timbul 1 hari setelah
penyuntikan. Demam ini dapat berlangsung selama 1-3 hari. Sering pula dijumpai
reaksi lokal berupa pembengkakan di tempat suntikan disertai dengan rasa nyeri
pada pergerakan. Dan gejala menggigil dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan.
Keadaan menggigil ini biasanya akan menghilang sendiri 15 menit kemudian. Pada
penyuntikan “dalam kulit” reaksi tersebut di atas terjadi dalam bentuk yang
lebih ringan dan biasanya tidak disertai adanya reaksi menggigil. Reaksi yang
dijumpai pada penyuntikan “dalam kulit” biasanya hanya reaksi kemerahan kulit
di tempat suntikan. Bila terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar
panas, seperti parasetamol, biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan
menggigil dapat diberikan selimut dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak
kayu putih atau minyak gandapura. Kompres dengan air hangat dapat diberikan
untuk reaksi kemerahan kulit pada tempat suntikan. Jarang terjadi efek samping
imunisasi.
Kontra
indikasi : Bila vaksin diberikan tipa diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat
menyebabkan keguguran atau kelahiran bayi kurang bulan. Selain itu vaksinasi
dapat menimbulkan kelainan jantung atau kelainan jantung atau kelainan ginjal
bila diberikan kepada mereka yang memang sebelumnya telah berpenyakit jantung
atau menderita kelainan ginjal.Kekebalannya Daya lindung vaksinasi tifus dan
paratifus cukup baik. untukI ndikasi kontra Bagi anak pada dasarnya tidak ada
indikasi kontra untuk pemberian imunisasi tipa, kecuali pada anak yang panas
tinggi atau sedang sakit parah. Vaksinasi tipa hendaknya dilakukan secara
berhati-hati dan dengan pertimbangan khusus bila diberikan kepada ibu hamil
atau mereka yang pernah menderita penyakit jantung atau penyakit ginjal.
10. Vaksin
Gondong (Bengok, Parotitis)
Indikasi
: Pemberian vaksin bertujuan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit
gondong/bengok.
Deskripsi
: Istilah asing untuk penyakit ini ialah parotitis (Latin) atau mumps
(Inggris). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus. Vaksin parotitis ini
terbuat dari jenis virus gondong yang telah dilemahkan. Penyakit gondong merupakan
penyakit infeksi virus pada kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak
berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat memberikan komplikasi yang cukup serius.
Komplikasi yang paling pembengkakan di daerah pipi yang biasanya tidak nyeri
tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa kurang enak badan yang tidak menentu,
nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan atau bila mengeluarkan air liur.
Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam waktu 7-8 hari.
Waktu
pemberian : vaksin diberikan pada anak berumur lebih dari 12 bulan. Selain itu
juga pada orang dewasa yang belum pernah menderita penyakit gondong. Karena
masih adanya kekebalan alamiah pasif dari ibu, tidak dianjurkan pemberian
imunisasi pada anak kurang dari 12 bulan. Imunisasi cukup diberikan dengan 1
kali suntikan tanpa revaksinasi, bila imunisasi dilakukan pada anak yang
berumur lebih dari 12 bulan. Kekebalan Daya lindung vaksin gondong sangat baik,
yaitu sebesar 97% pada anak dan 93% pada orang dewasa.
Efek
samping : Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa
kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang
berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila
ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada
kulit.
Kontra
indikasi : Sebaiknya vaksinasi tidak dilakukan pada ibu hamil, karena belum
lengkapnya informasi mengenai pengaruh vaksin terhadap janin. Vaksinasi juga
tidak diberikan pada penderita dengan keganasan atau yang dalam pengobatan
terhadap penyakit keganasan
11. DPT –
Hepatitis B
Deskripsi
: Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan
sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non-infectious.
Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari HbsAg
yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
Indikasi
: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pert usis
dan hepatitis B.
Cara
pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3
dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah
dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan penyimpanan sesuai
ketentuan:
a) vaksin belum kadaluarsa
b) vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius
sampai dengan 8 derajat Celcius
c) tidak pernah terendam air
d) sterilitasnya terjaga
e) VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi
A atau B
Efek
samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
12. Imunisasi
Polio
Deskripsi
: Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa.
Indikasi
: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
Cara
pemberian dan dosis :
a) Sebelum digunakan pipet penetes harus
dipasangkan pada vial vaksin.
b) Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua)
tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.
c) Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (dropper) yang baru.
d) Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang
telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan.
1) vaksin
belum kadaluarsa
2) vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius
sampai dengan 8 derajat Celcius
3) tidak pernah terendam air
4) sterilitasnya terjaga
5) VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi
A atau B
Kontra
Indikasi : Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang
sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka
dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang
terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala
maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal
tertentu.Efek samping : Pada umumnya tidak terdapat efek samping.
Efek
samping : berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
13. Imunisasi
Hepatitis B
Deskripsi
: Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA
rekombinan.
Indikasi
:
a) Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
b) Tidak dapat mencegah infeksi virus lain
seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui dapat menginfeksi hati.
Cara pemberian dan dosis :
a) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok
terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
b) Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga
mencapai suhu kamar.
c) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau
1(buah) HB.
d) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID,
pemberian suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
e) Pemberian sebanyak 3 dosis.
f) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari,
dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
g) Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah
dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang
sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
14. Vaksin
rubella
Pengertian
: Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak perempuan, karena jika
nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan terdapat virus rubela di dalam
tubuhnya maka bisa berakibat fatal pada janin yang dikandungnya.
Waktu
pemberian : vaksin rubella dapat diberikan kepada anak yang sistem kekebalan
tubuhnya sudah berkembang yaitu pada usia 12 – 18 bulan. Bila pada usia
tersebut belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun.
sedangkan vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. Sedangkan vaksinasi
ulangan di anjurkan pada usia 10 – 12 tahun atau 12 – 18 tahun (sebelum
pubertas). Infeksi rubella, pada umumnya merupakan penyakit ringan. Vaksin
rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3
bulan setelah pemberian vaksin.
Akibat
tidak vaksin : Bila tidak dilakukan vaksin dapat mengakibatkan katarak, tuli
atau cacat
15. Vaksin virus
influenza
Pengertian
: Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus tipe B. Yang di
gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap tahun.
Waktu
pemberian : Vaksin diberikan secara intramuscular dengan dosis untuk umur 6-35
bulan 0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5 ml. Anak-anak yang mendapat vaksin ini pada
umur kurang dari 9 tahun, perlu diberikan 2 dosis dengan jarak pemberian lebih
dari 1 bulan. Vaksin influenza tidak boleh untuk anak kurang dari 6 bulan.
Vaksin ini dianjurkan untuk diberikan setiap tahun pada anak usia 6 bulan
sampai 18 tahun.
Akibat
tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin kemungkinan terserang
influenza jika sistem kekebalan tubuhnya turun.
16. Vaksin
hepatitis A
Pengertian
: Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak dari
penyakit hepatitis A.
Waktu
pemberian : Direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan 2 kali dengan
interval 6-12 bulan.
Akibat
tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin hepatitis A bisa kemungkinan
terjangkit virus hepatitis A, walaupun hal tersebut tidak pasti. Yang paling
rentang terkena virus ini jika tidak vaksin yaitu Pecandu narkotika dan
hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular
hepatitis A.
17. Vaksin
hepatitis B
Pengertian
: Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan
dan bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan.
Waktu
pemberian : HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam
setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila
semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg
0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
a) 1 bulan : Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan,
interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
b) 6 bulan : HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk
mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan,
terbaik 5 bulan.
Vaksin
disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara
intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
a) Pemberian sebanyak 3 dosis.
b) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari
dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan). Vaksin hepatitis B
juga direkomendasikan untuk diberikan pada orang dewasa. Dengan tiga kali
pemberian, vaksin hepatitis B dapat memberikan perlindungan sebanyak 90 %.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika
tidak di lakukan vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena penyakit
hepatitis B.
18. Vaksin
Varicella
Pengertian
: Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.
Waktu
pemberian : Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila
anak tidak menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada usia 11 – 12
tahun. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar
air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan
suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya
diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Akibat tidak diberi vaksin : Kepada orang yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi
(misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin
zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.
19. Vaksin
retrovirus
Pengertian
: Vaksin retrovirus adalah vaksin yang digunakan untuk menurunkan agen penyakit
yang dapat menyebabkan sindroma penurunan kekebalan tubuh (Simian Acquired
lmmunodeficiency Syndrome) pada primata genus Macaca yang berasal dari Asia.
20. Vaksin
rabies
Pengertian
: Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel
paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini
diinaktivasi oleh ÎČ- propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium
fosfat. Vaksin yang mencegah penyakit rabies, selain itu vaksin ini bisa
mencegah simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit kekebalan tubuh yang
mirip dengan HIV.
Waktu
pemberian : Vaksin di berikan jika seseorang aktif menderita rabies / tergigit
(terkontaminasi) dengan hewan yang terjangkit rabies, maka harus di berikan
vaksin rabies.
Akibat
tidak diberi vaksin : Jika seseorang tidak di berikan vaksin ini kemungkinan
bisa terjangkit virus rabies.
21. Vaksin
Pneumokokus
Persatuan kesehatan sedunia menempatkan penyakit Pneumokokus
yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin sebagai penyebab no.1 kematian
anak-anak di bawah umur 5 tahun di seluruh dunia.
Bakteri Pneumonia (Pneumokokus) dapat menyebabkan penyakit
Pneumokokus. Biasanya ditemukan di dalam saluran pernafasan anak-anak yang
disebarkan melalui batuk atau bersin.
Kini terdapat lebih dari 90 jenis Pneumokokus yang
diketahui, namun hanya lebih kurang 10% yang bisa menyebabkan penyakit yang
serius di seluruh dunia. Jenis 19A adalah bakteri yang muncul di dunia dan
dapat menyebabkan penyakit pneumokokus yang sangat serius dan resisten terhadap
antibiotik.
Pneumokokus
menyerang beberapa bagian tubuh yang berbeda, diantaranya adalah:
a) Meningitis (Radang selaput otak)
b) Bakteremia (infeksi dalam darah)
c) Pneumonia (infeksi Paru-paru)
d) Otitis Media (infeksi Telinga)
Penyakit
Pnemokokus sangat serius dan dapat menyebabkan kerusakan otak, ketulian, dan
kematian.
22. Vaksin
Human Papillomavirus (HPV)
Human Papilloma Virus secara umum menginfeksi lapisan kulit
yaitu pada keratinosit dan membran mukosa. Sebagian besar virus jenis ini (ada
lebih dari 200 virus) tidak menimbulkan gejala, tetapi sebagian akan dapat
menimbulkan gejala berupa kutil. Kutil ini dapat muncul dimana saja. Virus ini
juga telah terbukti memiliki hubungan dengan munculnya kanker cervix, vulva,
vagina, dan anus pada wanita dan sebagian lain kanker pada anus dan penis
laki-laki.
2.6.Penanganan (Handling) dan Pengelolaan Vaksin
1. Kerusakan Vaksin Pada Suhu Di Bawah 0°c
Hep
B, DPT-Hep B
|
-0,5 oC
|
Maks
½ Jam
|
DPT,
TT, & DT
|
-5 oC
s/d -10 oC
|
Maks
1,5 s/d 2 jam
|
(Thermo
Stability of Vaccines, WHO, 1998)
2. Stabilitas Vaksin Diluar Rantai Dingin
Kategori
|
+37 oC
|
+25 oC
|
+5 oC
|
Polio
|
2
Hari
|
-
|
225
Hari
|
DPT
|
14
Hari
|
90
Hari
|
3
Tahun
|
Hep
B & TT
|
30
Hari
|
193
Hari
|
4
Tahun
|
Campak
& BCG
|
7
Hari
|
45
Hari
|
2
Tahun
|
3. Hal-Hal yang perlu diperhatikan:
a) Pengaruh Suhu: Dapat menurunkan potensi dan
efikasi vaksin, jika disimpan pada suhu yang tidak sesuai.
b) Pengaruh Sinar Matahari: Usahakan agar vaksin tidak terkena sinar
Matahari langsung, khususnya untuk vaksin BCG.
c) Pengaruh Kelembaban: Apabila kemasannya sudah
baik, maka pengaruh kelembaban sangat kecil, misalnya menggunakan botol atau
ampul yang tertutup kedap.
4. Penyimpanan
Vaksin
a) Cold Room: suhu 2 oC s/d 8 oC untuk vaksin
BCG, Campak, DPT, TT, dan lain-lain.Suhu -20 oC untuk vaksin Polio
b) Pemantauan Suhu secara berkala
c) Pengaturan Stok (Inventory Control)
d) Diterapkan aturan system First In First Out
(FIFO System), Expire Date, dan VVM System
e) Sebagai control pengeluaran digunakan formulir
Batch Delivery Record
f) Pengeluaran barang berdasarkan
permintaan pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.
5. Pembekuan
Saat Penyimpanan
a) Kesalahan Pada Perawatan
1) Thermostat pada lemari es yang tidak berfungsi
dengan benar
2) Thermometer pengukur suhu pada lemari es tidak
valid
b) Ketidaktahuan Petugas (Human Error)
1) Paradigma petugas bahwa lebih dingin akan lebih
baik
2) Sering merubah posisi thermostat
3) Petugas Baru:
a. Ketidaktahuan sifat vaksin
b. Ketidaktahuan tata cara penyimpanan vaksin
c. Ketidaktahuan packaging vaksin
4) Penyimpanan vaksin yang padat sehingga tidak mempunyai ruang
sirkulasi.
6. Pembekuan
Saat Pengepakan Pada Vaksin Dtp, Tt, Dt, Dan Hb
Terjadi
karena tidak mengikuti petunjuk, bahwa Cold Pack harus dikeluarkan dulu dari
freezer dan tunggu selama 30 menit sampai 1 jam baru kemudian masuk ke dalam
box vaksin.
Yang
terjadi di lapangan:
a) Dengan alasan karena waktu mendesak, tidak
sempat melakukan aturan yang dianjurkan sehingga cold pack dari freezer
langsung masuk ke dalam box vaksin.
b) Sehingga aturan penggunaaan Cold Pack untuk
Freeze Sensitive Vaccine di rubah menjadi Cool Pack.
7. Mencegah
Pembekuan Vaksin
a) Lemari Es dengan Buka Atas
1) Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan
(DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB jauh dari evaporator.
2) Beri jarak 1- 2 cm antar kotak vaksin untuk
sirkulasi udara
3) Letakkan termometer dan Freeze-Tag di antara
kotak vaksin yang peka pembekuan.
b) Lemari Es Rumah Tangga (Tidak direkomendasikan)
1) Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan
(DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB) jauh dari evaporator.
2) Jangan letakkan vaksin di pintu.
3) Beri jarak 1-2 cm antar kotak vaksin untuk
sirkulasi udara.
4) Letakkan termometer dan freeze tag diantara
kotak vaksin yang peka pembekuan.
5) Selalu letakkan botol berisi air (cool pack) di
bagian bawah lemari es.
c) Pemeliharaan Lemari Es/Freezer
1) Perawatan Harian
a. Periksa
dan catat suhu lemari 3 x sehari pagi, siang, dan sore.
b. Periksa kondisi Freeze-Tag.
c. Hindarkan seringnya buka tutup pada lemari es.
d. Bila suhu sudah stabil antara 2-8 oC pada
lemari es atau -15 s/d -25 oC pada freezer. Posisi termostat jangan diubah-ubah
dan agar diberi selotip.
2) Perawatan Mingguan
a. Periksa kestabilan bunga es pada dinding
bagian dalam lemari es.
b. Bersihkan bagian luar lemari es untuk menghindari karat.
c. Periksa
steker listrik pada stop kontak, jangan sampai kendor.
3) Perawatan Bulanan
a. Bersihkan bagian dalam lemari es.
b. Bersihkan kerapatan karet pintu.
c. Bersihkan engsel pintu, bila perlu diberi pelumas.
d. Bersihkan
karet pintu, bila perlu beri bedak.
4) Pencairan Bunga Es
a. Dilakukan
apabila ketebalan bunga es mencapai 0,5 cm.
b. Pindahkan vaksin ke dalam kotak vaksin atau lemari es lain.
c. Cabut stop kontak lemari es/freezer (jangan mematikan lemari
es/freezer dengan memutar termostat).
d. Selama
pencairan bunga es, pintu lemari es/freezer harus tetap terbuka.
e. Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair semuanya.
f. Pencairan dapat dipercepat dengan menyiram air hangat ke dalam
lemari es. Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel
bunga es. Setelah cair, bersihkan embun/uap air yang menempel pada dinding
bagian dalam lemari es.
8. Penanganan Vaksin
Bila Listrik Padam
a) Jangan membuka pintu lemari es/freezer.
b) Periksa termometer, pastikan suhu masih
diantara 2 oC s/d 8 oC untuk lemari Es (chiller) atau -15o s/d -25 oC untuk
freezer.
c) Hidupkan generator.
d) Apabila suhu lemari es/chiller mendekati +8 oC masukkan coolpack
secukupnya.
e) Apabila suhu freezer mendekati -15 oC masukkan
cold pack secukupnya.
f) Tindakan ini hanya berlaku 2 x 24 jam.
g) Selanjutnya setelah 2 x 24 jam selamatkan vaksin dengan mengirim
ke tempat lain yang bisa menyimpan vaksin.
9. Hal-Hal
Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penanganan Vaksin
a) Vaksin tidak boleh dikeluarkan dari refrigerator/freezer kecuali
untuk pemakaian atau pengiriman.
b) Pintu refrigerator jangan terlalu sering
dibuka (WHO menganjurkan maksimum 4 x sehari)
c) Vaksin harus disimpan di refrigerator /freezer
segera setelah diterima.
d) Setiap personil/staf yang bertanggung jawab
terhadap penanganan vaksin harus mengetahui cara penyimpanan yang benar.
e) Refrigerator/freezer hanya dipergunakan untuk
penyimpanan vaksin saja.
f) Proses defrost harus dilakukan jika terjadi
penumpukan es lebih dari 1 cm, dan selama proses pendefrosan vaksin harus
disimpan pada vaccine carrier box dan dimonitor suhunya.
g) Harus ditunjuk seorang personil dan cadangan
untuk bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin.
h) Setiap
penyimpanan vaksin harus mempunyai alat pengukur suhu yang disertifikasi dan
dikalibrasi.
i) Seluruh pengukur suhu tersebut harus
tersambung pada sistem alarm.
j) Suhu harus dicatat 3x sehari untuk memastikan
suhu yang sesuai dengan persyaratan dan setiap personil yang menangani vaksin
harus mengetahui batas rendah & tinggi suhu yang diisyaratkan.
k) Setiap
personil tersebut harus mendapatkan training tentang pentingnya penanganan
& transportasi vaksin yang baik.
l) Penyimpanan vaksin harus memungkinkan aliran
sirkulasi udara yang baik untuk setiap produk.
m) Diluent harus disimpan pada suhu kamar.
n) Seluruh
vaksin jerap harus disimpan di tempat yang terhindar dari suhu beku dan kontak
langsung dengan es.
10. Aspek yang Perlu
Diperhatikan dalam Handling Vaksin Secara Umum
a) Vaksin harus disimpan pada tempat khusus dengan
suhu 2-8ÂșC.
b) Pengeluaran vaksin dari ruang penyimpanan harus
memperhatikan tanggal kadaluarsa (FEFO, First Expired First Out) dan urutan
masuk vaksin (FIFO, First In First Out). Jadi, vaksin yang memiliki tanggal
kadaluarsa terdekat dikeluarkan lebih dulu.
c) Waktu pengiriman vaksin harus mampu dikelola dengan baik.
Perhatikan pula jarak tempuh pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu
pengiriman dan memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama
perjalanan. Dengan kondisi tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam
kondisi “fresh” saat akan digunakan oleh peternak.
0 komentar:
Posting Komentar