Translate

Minggu, 30 April 2017

Golongan-Golongan Vaksin




Definisi Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat sangat diperlukan bagi tubuh kita. Sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan organ yang terdiri atas :
1.          Pertahanan lini pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada pada permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan mukosa, rambut.
2.           Pertahanan lini kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit, antibodi, dan hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun kita tersebar di seluruh tubuh dan tidak berada di bawah perintah otak, tetapi bekerja melalui rangkaian informasi pada tiap bagian dari sistem imun. Jumlah sel-sel imun lebih banyak 10 kali lipat dari sistem saraf dan mengeluarkan empat puluh agen imun yang berbeda-beda untuk melindungi tubuh dari penyakit. Sistem pertahanan tubuh pada manusia atau lebih kita kenal sebagai sistem imun sering diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau ‘musuh’ yang terdiri atas zat asing yang akan memasuki tubuh. Istilah “Imun” berasal dari suatu istilah pada era Romawi yang berarti suatu keadaan “bebas hutang”. Dengan demikian, sistem imun lebih tepat diartikan sebagai suatu sistem yang menjamin terjalinnya komunikasi antara manusia dan lingkungan yaitu media hidupnya secara setara dan tidak saling merugikan.

Komponen Dalam Sistem Imun
Komponen utama dalam sistem imun selain yang telah disebutkan, adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, leukosit terbagi atas:
1.        Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu basofil, asidofil/eosinofil dan neutrofil.
2.        Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit agranular yaitu monosit dan limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama Macrophage (makrofag), yang biasanya berasal dari monosit. Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara memakannya. Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel reseptor antigen yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga sel pemuncul antigen (Antigen Presenting Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen yang disebut Major Histocompability Complex (MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC. MHC 1 menghadirkan antigen di hadapan limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan antigen ke hadapan limfosit T pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu limfosit B dan limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara limfosit T dan limfosit B:


Limfosit B

Limfosit T
1.        dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi (pluripotent stem cells) dan dimatangkan di sumsum tulang (Bone Marrow)
2.        Berperan dalam imunitas humoral
3.        Menyerang antigen yang ada di cairan antar sel
4.        Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu:
a)       Limfosit B plasma, memproduksi antibodi.
b)      Limfosit B pembelah, menghasilkan limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat
c)       Limfosit B memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh
1.   dibuat di sumsum tulang dari sel batang yang pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan di timus
2.   Berperan dalam imunitas selular
3.   Menyerang antigen yang berada di dalam sel
4.   Terdapat 3 jenis sel limfosit T yaitu:
a)      Limfosit T pembantu (helper T cells), mengatur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun
b)      Limfosit T pembunuh (killer T cells), menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
c)      Limfosit T supresor (supressor T cells), menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi.


2.2.Macam-Macam Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu kekebalan tubuh tidak spesifik dan kekebalan tubuh spesifik.

1.    Sistem Kekebalan Tubuh Non Spesifik
a)    Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut. Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial. Rambut hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva) mengandung enzimm yang disebut lisozim. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.

b)    Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besarProtein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.

2.    Sistem Kekebalan Tubuh Spesifik
Ada 2 jenis kekebalan tubuh yang berperan pada kekebalan yang spesifik ini yaitu kekebalan selular dan kekebalan humoral. Kekebalan ini hanya berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal artinya bila jenis kuman/zat asing tersebut sudah lebih dari satu kali masuk ke dalam tubuh manusia. Salah satunya adalah pengenalan melalui vaksinasi yang risikonya jauh lebih kecil dibanding kena panyakit yang sesungguhnya.



a)    Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika suatu antigen masuk ke dalam tubuh untuk pertama kalinya, sel B pembelah akan membentuk sel B plasma dan sel B pengingat. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang berfungsi mengikat antigen. Dengan demikian, makrofag akan lebih mudah menangkap dan menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B plasma akan mati, sedangkan sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian respons terhadap patogen ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh, sel B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B plasma. Sel B plasma berfungsi memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan lebih besar dibandingkan respons kekebalan primer. Hal ini dikarenakan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh. Perhatikan gambar berikut!


b)    Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel-sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung. Ketika sel T pembunuh kontak dengan antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh akan menyerang dan menghancurkannya dengan cara merusak membran sel asing. Apabila infeksi telah berhasil ditangani, sel T supresor akan menghentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T pembunuh dan membatasi produksi antibodi.
Pertahanan Spesifik: Imunitas Diperantarai Antibodi
Untuk respon imun yang diperantarai antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
Pertahanan Spesifik:Imunitas Diperantarai Sel
Untuk respon imun yang diperantarai sel, Limfosit yang berperan penting adalah limfosit T. Jika suatu saat ada patogen yang berhasil masuk dalam tubuh kemudian dimakan oleh suatu sel yang tidak bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen itu dicerna dan materialnya ditempel pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut. Materi yang tertempel itu disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika kebetulan sel tidak bersalah ini bertemu dengan limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan interleukin 1 sehingga limfosit T terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan antigennya. Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah satu antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini, yang disebut Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen dan mempunyai 2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya. Pertama, Limfosit T pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan senyawa baru disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan memanggil Limfosit T Sitotoksik. Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel yang terkena penyakit tersebut. Kedua, Limfosit T pembantu bisa saja mengeluarkan senyawa bernama perforin untuk membocorkan sel tersebut sehingga isinya keluar dan mati.
Berdasarkan cara memperolehnya, kekebalan tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan tubuh aktif dan kekebalan tubuh pasif.
1.   Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan secara buatan. Kekebalan aktif alami diperoleh setelah seseorang mengalami sakit akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh dari sakit, orang tersebut akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh, orang yang pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya. Adapun kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi. Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin merupakan siapan antigen yang diberikan secara oral (melalui mulut) atau melalui suntikan untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah dilemahkan.
2.   Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh setelah menerima antibodi dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan buatan. Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam kandungan. Jenis kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian air susu pertama (kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
Sementara itu, kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari satu individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan pasif ini berlangsung singkat, tetapi berguna untuk penyembuhan secara cepat.

2.3.Definisi Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri patogen yang disiapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang cukup tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka yang mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas seluler maupun humoral seperti yang layak nya timbul sebagai reaksi terhadap suatu infeksi alamiyah. Bila seseorang yang sudah di vaksinasi mengalami infeksi yang tidak menentu dan mungkin sekali serius gejalanya akan lebih ringan atau sama sekali tanpa manifestasiklinis. Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu senjata yang paling ampuh dalam ilmu kedokteran prevektif terhadap penyakit infeksi. Kemungkinan dari vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahan kan keadaan yang setabil ini tanpa kekewatiran bahwa mikroba tersebut melalui proses mutasi menjadi virulen kembali.

Penggolongan vaksin dapat di golongkan berdasarkan jenis, viabilitas, komposisi dan cara pembuatanyan. Jenis mikroba dalam vaksin menghasil kan :
1.    Vaksin bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, polisakarida dari kapsel fragmennya yang memiliki sifat antigen.
2.    Vaksin viral, yang terdiri dari vaksin hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, juga fragmen yang memiliki sifat antigen.
3.    Vaksin parasite, yaitu terdiri dari suatu protein yang terdapat di protein yang terdapat di permukaan sporozoid Plasmodium falciparum ( vaksin malaria, eksperimental ).
Sejarah Vaksin
Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 , seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat.  Mereka berpikir bahwa mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka belum sepenuhnyamemahami apa yang mereka lakukan. 
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit.
Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas. Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus berjalan, vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih terus dikembangkan hingga sat ini.

2.4.Jenis-Jenis Vaksin
1.     Live Attenuated Vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :
a)    Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen
b)    Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda
c)    Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.
d)    Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
e)    Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
f)         Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95%
g)    Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan
Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varisela).

2.    Nactivated Vaccine (Killed Vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :
a)    Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen
b)    Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler
c)    Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga
d)    Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody
e)    Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
f)    Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

3.    Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun.
Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.  Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus


4.    Vaksin Acellular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.

5.    Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen.
Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
6.    Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.

7.    Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.
Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir  penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan

2.5.Macam – Macam Vaksin
1.                BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Pengertian : Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin = BCG ) . pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC
Cara pemberian dosis :
a)    Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.
b)    Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.
Waktu pemberian : Imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 2 bulan. Pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji Mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi BCG. Tetapi bila imunisasi BCG akan dilakukan secara massal (misalnya di sekolah, RT/RW, perusahaan, pabrik), maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji Mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologik dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji Mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Namun seandainya orang tua merasa bimbang karena anak anda dengan tidak terduga mendapat imunisasi BCG di sekolah, sebaiknya bertanya kepada dokter atau petugas kesehatan lain. Dan Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan agar berkonsultasi dahulu dengan dokter.
Kontra indikasi : Adanya penyakit kulit yang berat/ menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang sedang menderita TBC.
Efek samping : Pada imunisasi BCG jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar di selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan arena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux positif.

2.    TT (Tetanus Toxoid)
Pengertian : Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.
Indikasi : Vaksin TT dipergunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus.

3.    Vaksin DPT (Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
Deskripsi : Manfaat pemberian imunisasi vaksin ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di pasaran terdapat 3 jenis kemasan vaksin ketiga penyakit ini. Anda dapat memperolehnya dalam bentuk kemasan tunggal khususnya bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin tripel).
Waktu pemberian : Imunisasi dasar diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak waktu antara 2 penyuntikan 4-6 minggu. Imunisasi dasar dengan 3 kali penyuntikan lebih baik daripada dengan 2 kali penyuntikan. Untuk imunisasi massal (di sekolah, RT/RW), biasanya cukup diberikan 2 kali penyuntikan. Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar), dan menjelang umur 10 tahun (sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya diberi 1 kali suntikan.
Efek samping : Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Kadang-kadang terdapat akibat samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya.
Kontra indikasi : Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah, pernah menderita kejang atau pada penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imunologik). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan indikasi kontra yang mutlak. Dokter akan mempertimbangkan pemberian imunisasi, seandainya anak anda sedang menderita sakit ringan.

4.    Diptheria
Deskripsi : Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
Penyakit difteri disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seorang anak akan terjangkit difteri bila ia berhubungan langsung dengan anak lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa kuman (carrier), yaitu dengan terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila anak nyata menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang carrier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya yang belum pernah mendapat imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari temannya sendiri yang menjadi carrier. Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi. Selain itu pada tonil (amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas. Kegawatan lain pada difteri ialah adanya racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi; biasanya disebabkan anak “tercekik” oleh selaput putih pada tenggorok atau karena lemah jantung akibat racun difteri yang merusak jantung.
Waktu pemeberian : Pemberian Vaksin difteri biasanya dilakukan bersama-sama dengan tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT), sejak bayi berumur 2 bulan (lihatlah jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula diberikan dalam bentuk imunisasi dasar sebanyak 2-3 kali suntikan dengan jarak waktu antara 2 suntikan 4-6 minggu. Kemudian disusul dengan imunisasi ulang pada umur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun. Imunisasi ulang sewaktu diperlukan juga bila anak anda berhubungan dengan anak lain yang menderita difteri. Jadi bila anak terjangkit difteri, maka anak lain yang tinggal serumah harus mendapat imunisasi ulang meski pun belum waktunya. Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-95%.
Eek samping : Reaksi pada vaksin ini jarang terjadi, mungkin hanya berupa demam ringan selama 1-2 hari.
Kontra indikasi : Hanya pada anak yang menderita demam tinggi atau sakit parah

5.    Diptheria Tetanus (DT)
Pengertian : Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk potensi Toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi Toksoid Tetanus.
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya anak yang diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tetapi masih memerlukan imunisasi difteria atau tetanus. pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan pada imunisasi DPT.
Efek samping : Hanya berupa demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Hanya diberikan pada anak yang sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Dengan pengawasan dokter, anak yang pernah kejang masih dapat diberikan imunisasi DT.

6.                Poliomielitis
Deskripsi : Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah. Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III, yaitu:
a)    Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk). Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
b)    Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi dilemahkan (vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
Di Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di beberapa negara dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi DPT dan polio, cara pemberiannya dengan suntikan.
Poliomielitits ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio akan merusak bagian anterior (bagian muka) susunan saraf tulang belakang. Gejala yang umum dan mudah dikenal ialah anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu anggota geraknya, setelah ia menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan itu terjadi pada otot pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar bernafas. Penyakit ini dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau dengan melalui makanan.
Indikasi : Vaksin diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis.
Waktu pemberian : Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived Poliomielitis Vaccine). Vaksin dasar diberikan ketika anak berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu. Sevaksinasi diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal imunisasi, hal 61). Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada pemberian vaksin polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI mengandung zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio bayi tersebut tidak diberi ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI akan menghancurkan vaksin polio, sehingga imunisasi polio menjadi gagal. Sebenarnya masalah ini masih dipertentangkan. Pada saat ini, banyak sarjana berpendapat bahwa tidak ada pengaruh ASI terhadap imunisasi polio. ASI dapat diberikan seperti biasa, karena sifat dan jenis antibodi pada ASI.Kekebalan Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.
Akibat tidak diberi vaksin : Akibat dari tidak di lakukan vaksin poliomyelitis yaitu Kelumpuhan permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan. Kelumpuhan berat, misalnya pada otot pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan alat bantu napas.
Efek samping : Reaksi Vaksin biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan dan Efek samping Pada vaksin polio hampir tidak terdapat efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.
Kontra indikasi : Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula pada anak yang menderita penyakit defisiensi kekebalan tidak diberikan polio. Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat ialah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan, imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.

7.                Campak (Morbili)
Deskripsi : Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering di kombinasi dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubela (campak Jerman). Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama MMR (Measles Mumps-Rubela Vaccine). Bayi yang baru lahir telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan biasanya bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita campak pada umur kurang dari 6 bulan.
Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secar aktif.
Cara pemberian dan dosis :
a)    Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
b)    Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah  cath-up campaign Campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
c)    Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya  boleh digunakan maksimum 6 jam.
Waktu pemberian : Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi. Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara 6-7 bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan ulang setlah berumur 15 bulan. Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi, yaitu 96-99%. Menurut penelitian, kekebalan yang diperoleh ini berlangsung seumur hidup, sama langgengnya dengan kekebalan yang diperoleh bila anak terjangkit campak secara alamiah.
Efek samping : Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan nampak sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan. Dan untuk efek saampingnya Sangat jarang, mungkin terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapat terjadi radang otak, berupa ensefalitis atau ensefalopati, dalam waktu 30 hari setelah imunisasi. Tetapi kejadiannya sangat jarang, yaitu 1 diantara 1 juta suntikan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kejadian radang otak akibat penyakit campak alamiah yang sebesar 1 diantara 250 kasus. Dengan demikian risiko untuk terjadinya radang otak akibat infeksi alamiah 2.500 kali lebih besar daripada akibat.
Kontra indikasi : Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit parah, yang menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang menderita kurang gizi dalam derajat berat. Vaksinasi campak sebaiknya juga tidak diberikan pada anak dengan penyakit defisiensi kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit keganasan atau sedang dalam pengobatan penyakit keganasan. Karena belum terkumpulnya cukup informasi ilmiah, sebaiknya imunisasi campak pada ibu hamil ditangguhkan. Pada anak yang pernah kejang, imunisasi campak dapat diberikan seperti biasanya, asalkan dengan pengawasan dokter.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan vaksin bisa menyebabkan Penyakit campak bisa berdampak pada radang paru-paru atau radang otak, jika panasnya terlalu tinggi bisa menyebabkan kematian.

8.                Hepatitis-B (DNA recombinant)
Deskripsi : Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gen HBsAg, yang dimurnnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti ultrasentrifuse,kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid. Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal  dengan nama penyakit lever. Setelah diteliti bahwa virus hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever tadi. Vaksin terbuat dari plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara pengolahan tertentu. Dari bahan plasma tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan bagian virus yang dapat dipakai dalam pembuatan vaksin lebih lanjut. Di kalangan masyarakat dikhawatirkan pemakaian vaksin yang terbuat dari plasma karena adanya berita akibat samping berupa penyakit AIDS. Namun setelah pemakaiannya yang lebih dari 10 tahun, ternyata tidak didapatkan adanya efek samping yang berarti. WHO melaporkan pula bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup aman dan bebas dari penyakit AIDS. Virus hepatitis B yang masuk dalam tubuh akan berkembang biak di dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya. Gejala utama penyakit hepatitis ialah kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah, tidak nafsu makan dan demam. Terhadap penyakit kanker terjadinya penularan hepatitis B, di antaranya:
a)    Melalui tusukan di kulit dan jaringan tubuh lainnya, misalnya dengan suntikan biasa, tusukan anting, tato, akupunktur, goresan luka, tindakan operasi termasuk perawatan gigi.
b)    Pemindahan cairan tubuh, misalnya melalui susu ibu, bersenggama, berciuman, tindakan operasi
c)    Melalui darah atau plasma waktu transfusi
d)    Selama masa janin dengan melalui uri, meskipun penularan cara ini jarang terjadi.

Waktu pemberian : Vaksinisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali imunisasi ulang dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan setiap 5 tahun. Cara pemberian imunisasi dasar di atas mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis vaksin yang dibuat oleh pabrik. Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin buatan Pasteur Prancis berbeda dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat. Di samping itu perlu diberikan pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu dengan pemberian imunoglobulin khusus dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dalam waktu 7 hari berikutnya bayi ini harus sudah mendapat imunisasi aktif dengan penyuntikan vaksin hepatitis B.
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu kepada bayi, sebaiknya ibu hamil memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B, sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi. Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan terhadap karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan dengan penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu ialah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium. Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan berwisata ke negara atau daerah endemik. Kekebalan Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%.
Efek samping : Reaksi vaksin yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan. Efek samping Selama pemakaian 10 tahun ini, tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Berbagai suara di masyarakat tentang kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS, merupakan pemberitaan yang dibesar-besarkan. Dengan penelitian yang luas, WHO tetap menganjurkan pelaksanaan imunisasi hepatitis B.
Kontra indikasi : Vaksin tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B ini dapat diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

9.                Vaksin Tipa (tifus, paratifus A-B-C)
Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit tifus dan paratifus. Vaksinasi ini tidak dimasukkan dalam prioritas Departemen Kesehatan untuk Program Pengembangan Imunisasi, walaupun kejadian penyakit tifus dan paratifus di Indonesia masih tinggi. Kebijakan ini didasarkan pertimbangan karena penyakit tersebut pada anak tidak berbahaya dan jarang menimbulkan komplikasi. Berlainan sekali dengan pada orang dewasa yang tidak jarang dapat menimbulkan kematian. Namun demikian tetap dianjurkan untuk memberikan imunisasi tifus dan paratifus pada anak.  Untuk bepergian ke beberapa negara pun masih diperlukan keterangan vaksinasi terhadap tifus dan paratifus. Vaksinasi dianjurkan pula bagi turis yang akan berkunjung ke negara tropis dengan kejadian penyakit yang masih tinggi. Vaksin tipa mengandung bakteria Salmonela typhi dan Salmonela paratyphi A-B-C yang telah dimatikan dengan memakai bahan kimia. Vaksin ini masih diproduksi di dalam negeri oleh Perum, Biofarma, Bandung.
Penyakit ini biasanya terjadi setelah anak berumur 2 tahun. Perjalanan penyakitnya tidak membahayakan. Tetapi sering mengkhawatirkan orang tua karena gejala demamnya yang tinggi dan dapat berlangsung selama lebih dari 1 minggu. Berlainan halnya dengan pada orang dewasa, komplikasi penyakit tifus jarang terjadi pada anak. Penularan terjadi melalui mulut karena makanan yang kurang bersih dan mengandung bakteria Salmonela. Pencegahan penularan penyakit mengalami berbagai hambatan, di antaranya karena banyaknya carrier yang merupakan sumber penularan penyakit. Sering terjadi seorang juru masak menjadi biang keladi penularan, karena sebagai carrier dapat menyebarkan penyakit ke seluruh anggota keluarga di rumah, kapal laut, asrama, rumah makan dan sebagainya.
Waktu pemberian : Cara Vaksin/imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17 bulan. Beberapa sarjana menyarankan agar vaksinasi diberikan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena jarangnya kejadian penyakit ini pada anak yang lebih muda. Revaksinasi dilakukan setiap  tahun dengan 1 kali suntikan , Revaksinasi juga diberikan pula bila sewaktu-waktu ada wabah atau kontak dengan penderita serumah. Demikian pula pada orang dewasa, revaksinasi hendaknya diberikan setiap 3 tahun. Cara pemberian imunisasi adalah dengan penyuntikan “bawah kulit” pada lengan atas atau dengan penyuntikan “dalam kulit” pada lengan bawah depan seperti halnya suntikan pada uji Mantoux. Ada yang berpendapat bahwa suntikan pertama dilakukan “bawah kulit” dan suntikan berikutnya “dalam kulit”.
Efek samping : Reaksi yang sering terjadi ialah demam yang timbul 1 hari setelah penyuntikan. Demam ini dapat berlangsung selama 1-3 hari. Sering pula dijumpai reaksi lokal berupa pembengkakan di tempat suntikan disertai dengan rasa nyeri pada pergerakan. Dan gejala menggigil dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan. Keadaan menggigil ini biasanya akan menghilang sendiri 15 menit kemudian. Pada penyuntikan “dalam kulit” reaksi tersebut di atas terjadi dalam bentuk yang lebih ringan dan biasanya tidak disertai adanya reaksi menggigil. Reaksi yang dijumpai pada penyuntikan “dalam kulit” biasanya hanya reaksi kemerahan kulit di tempat suntikan. Bila terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar panas, seperti parasetamol, biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan menggigil dapat diberikan selimut dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak kayu putih atau minyak gandapura. Kompres dengan air hangat dapat diberikan untuk reaksi kemerahan kulit pada tempat suntikan. Jarang terjadi efek samping imunisasi.
Kontra indikasi : Bila vaksin diberikan tipa diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran bayi kurang bulan. Selain itu vaksinasi dapat menimbulkan kelainan jantung atau kelainan jantung atau kelainan ginjal bila diberikan kepada mereka yang memang sebelumnya telah berpenyakit jantung atau menderita kelainan ginjal.Kekebalannya Daya lindung vaksinasi tifus dan paratifus cukup baik. untukI ndikasi kontra Bagi anak pada dasarnya tidak ada indikasi kontra untuk pemberian imunisasi tipa, kecuali pada anak yang panas tinggi atau sedang sakit parah. Vaksinasi tipa hendaknya dilakukan secara berhati-hati dan dengan pertimbangan khusus bila diberikan kepada ibu hamil atau mereka yang pernah menderita penyakit jantung atau penyakit ginjal.

10.              Vaksin Gondong (Bengok, Parotitis)
Indikasi : Pemberian vaksin bertujuan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit gondong/bengok.
Deskripsi : Istilah asing untuk penyakit ini ialah parotitis (Latin) atau mumps (Inggris). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus. Vaksin parotitis ini terbuat dari jenis virus gondong yang telah dilemahkan. Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat memberikan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang paling pembengkakan di daerah pipi yang biasanya tidak nyeri tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa kurang enak badan yang tidak menentu, nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan atau bila mengeluarkan air liur. Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam waktu 7-8 hari.
Waktu pemberian : vaksin diberikan pada anak berumur lebih dari 12 bulan. Selain itu juga pada orang dewasa yang belum pernah menderita penyakit gondong. Karena masih adanya kekebalan alamiah pasif dari ibu, tidak dianjurkan pemberian imunisasi pada anak kurang dari 12 bulan. Imunisasi cukup diberikan dengan 1 kali suntikan tanpa revaksinasi, bila imunisasi dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 12 bulan. Kekebalan Daya lindung vaksin gondong sangat baik, yaitu sebesar 97% pada anak dan 93% pada orang dewasa.
Efek samping : Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit.
Kontra indikasi : Sebaiknya vaksinasi tidak dilakukan pada ibu hamil, karena belum lengkapnya informasi mengenai pengaruh vaksin terhadap janin. Vaksinasi juga tidak diberikan pada penderita dengan keganasan atau yang dalam pengobatan terhadap penyakit keganasan



11.  DPT – Hepatitis B
Deskripsi : Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pert usis dan hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan penyimpanan sesuai ketentuan:
a)    vaksin belum kadaluarsa
b)    vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
c)    tidak pernah terendam air
d)    sterilitasnya terjaga
e)    VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.



12.  Imunisasi Polio
Deskripsi : Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis :
a)    Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
b)    Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
c)    Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
d)    Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan.
1)    vaksin belum kadaluarsa
2)    vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
3)    tidak pernah terendam air
4)    sterilitasnya terjaga
5)    VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Kontra Indikasi : Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV  pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat  diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu.Efek samping : Pada umumnya tidak terdapat efek samping.
Efek samping : berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.






13.              Imunisasi Hepatitis B
Deskripsi : Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Indikasi :
a)    Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
b)    Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui dapat menginfeksi hati.
Cara pemberian dan dosis :
a)    Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
b)    Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.
c)    Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
d)    Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
e)    Pemberian sebanyak 3 dosis.
f)    Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
g)    Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.

14.  Vaksin rubella
Pengertian : Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak perempuan, karena jika nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan terdapat virus rubela di dalam tubuhnya maka bisa berakibat fatal pada janin yang dikandungnya.
Waktu pemberian : vaksin rubella dapat diberikan kepada anak yang sistem kekebalan tubuhnya sudah berkembang yaitu pada usia 12 – 18 bulan. Bila pada usia tersebut belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. sedangkan vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. Sedangkan vaksinasi ulangan di anjurkan pada usia 10 – 12 tahun atau 12 – 18 tahun (sebelum pubertas). Infeksi rubella, pada umumnya merupakan penyakit ringan. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin.
Akibat tidak vaksin : Bila tidak dilakukan vaksin dapat mengakibatkan katarak, tuli atau cacat

15.  Vaksin virus influenza
Pengertian : Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus tipe B. Yang di gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap tahun.
Waktu pemberian : Vaksin diberikan secara intramuscular dengan dosis untuk umur 6-35 bulan 0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5 ml. Anak-anak yang mendapat vaksin ini pada umur kurang dari 9 tahun, perlu diberikan 2 dosis dengan jarak pemberian lebih dari 1 bulan. Vaksin influenza tidak boleh untuk anak kurang dari 6 bulan. Vaksin ini dianjurkan untuk diberikan setiap tahun pada anak usia 6 bulan sampai 18 tahun.
Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin kemungkinan terserang influenza jika sistem kekebalan tubuhnya turun.


16.  Vaksin hepatitis A
Pengertian : Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak dari penyakit hepatitis A.
Waktu pemberian : Direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan.
Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan vaksin hepatitis A bisa kemungkinan terjangkit virus hepatitis A, walaupun hal tersebut tidak pasti. Yang paling rentang terkena virus ini jika tidak vaksin yaitu Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.



17.              Vaksin hepatitis B
Pengertian : Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan.
Waktu pemberian : HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
a)    1 bulan : Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
b)    6 bulan : HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
a)    Pemberian sebanyak 3 dosis.
b)    Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan). Vaksin hepatitis B juga direkomendasikan untuk diberikan pada orang dewasa. Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B dapat memberikan perlindungan sebanyak 90 %.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena penyakit hepatitis B.

18.              Vaksin Varicella
Pengertian : Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.
Waktu pemberian : Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila anak tidak menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada usia 11 – 12 tahun. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Akibat tidak diberi vaksin : Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.

19.              Vaksin retrovirus
Pengertian : Vaksin retrovirus adalah vaksin yang digunakan untuk menurunkan agen penyakit yang dapat menyebabkan sindroma penurunan kekebalan tubuh (Simian Acquired lmmunodeficiency Syndrome) pada primata genus Macaca yang berasal dari Asia.

20.              Vaksin rabies
Pengertian : Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh ÎČ- propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat. Vaksin yang mencegah penyakit rabies, selain itu vaksin ini bisa mencegah simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit kekebalan tubuh yang mirip dengan HIV.
Waktu pemberian : Vaksin di berikan jika seseorang aktif menderita rabies / tergigit (terkontaminasi) dengan hewan yang terjangkit rabies, maka harus di berikan vaksin rabies.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika seseorang tidak di berikan vaksin ini kemungkinan bisa terjangkit virus rabies.

21.              Vaksin Pneumokokus
Persatuan kesehatan sedunia menempatkan penyakit Pneumokokus yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin sebagai penyebab no.1 kematian anak-anak di bawah umur 5 tahun di seluruh dunia.
Bakteri Pneumonia (Pneumokokus) dapat menyebabkan penyakit Pneumokokus. Biasanya ditemukan di dalam saluran pernafasan anak-anak yang disebarkan melalui batuk atau bersin.
Kini terdapat lebih dari 90 jenis Pneumokokus yang diketahui, namun hanya lebih kurang 10% yang bisa menyebabkan penyakit yang serius di seluruh dunia. Jenis 19A adalah bakteri yang muncul di dunia dan dapat menyebabkan penyakit pneumokokus yang sangat serius dan resisten terhadap antibiotik.
Pneumokokus menyerang beberapa bagian tubuh yang berbeda, diantaranya adalah:
a)    Meningitis (Radang selaput otak)
b)    Bakteremia (infeksi dalam darah)
c)    Pneumonia (infeksi Paru-paru)
d)    Otitis Media (infeksi Telinga)
Penyakit Pnemokokus sangat serius dan dapat menyebabkan kerusakan otak, ketulian, dan kematian.

22.              Vaksin Human Papillomavirus (HPV)
Human Papilloma Virus secara umum menginfeksi lapisan kulit yaitu pada keratinosit dan membran mukosa. Sebagian besar virus jenis ini (ada lebih dari 200 virus) tidak menimbulkan gejala, tetapi sebagian akan dapat menimbulkan gejala berupa kutil. Kutil ini dapat muncul dimana saja. Virus ini juga telah terbukti memiliki hubungan dengan munculnya kanker cervix, vulva, vagina, dan anus pada wanita dan sebagian lain kanker pada anus dan penis laki-laki.





2.6.Penanganan (Handling) dan Pengelolaan Vaksin
1.    Kerusakan Vaksin Pada Suhu Di Bawah 0°c
Hep B, DPT-Hep B
-0,5 oC
Maks ½ Jam
DPT, TT, & DT
-5 oC s/d -10 oC
Maks 1,5 s/d 2 jam

(Thermo Stability of Vaccines, WHO, 1998)

2.    Stabilitas Vaksin Diluar Rantai Dingin
Kategori
+37 oC
+25 oC
+5 oC
Polio
2 Hari
-
225 Hari
DPT
14 Hari
90 Hari
3 Tahun
Hep B & TT
30 Hari
193 Hari
4 Tahun
Campak & BCG
7 Hari
45 Hari
2 Tahun

3.    Hal-Hal yang perlu diperhatikan:
a)    Pengaruh Suhu: Dapat menurunkan potensi dan efikasi vaksin, jika disimpan pada suhu yang tidak sesuai.
b)    Pengaruh Sinar Matahari: Usahakan agar vaksin tidak terkena sinar Matahari langsung, khususnya untuk vaksin BCG.
c)    Pengaruh Kelembaban: Apabila kemasannya sudah baik, maka pengaruh kelembaban sangat kecil, misalnya menggunakan botol atau ampul yang tertutup kedap.

4.    Penyimpanan Vaksin
a)    Cold Room: suhu 2 oC s/d 8 oC untuk vaksin BCG, Campak, DPT, TT, dan lain-lain.Suhu -20 oC untuk vaksin Polio
b)    Pemantauan Suhu secara berkala
c)    Pengaturan Stok (Inventory Control)
d)    Diterapkan aturan system First In First Out (FIFO System), Expire Date, dan VVM System
e)    Sebagai control pengeluaran digunakan formulir Batch Delivery Record
f)             Pengeluaran barang berdasarkan permintaan pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.

5.    Pembekuan Saat Penyimpanan
a)    Kesalahan Pada Perawatan
1)    Thermostat pada lemari es yang tidak berfungsi dengan benar
2)    Thermometer pengukur suhu pada lemari es tidak valid
b)    Ketidaktahuan Petugas (Human Error)
1)    Paradigma petugas bahwa lebih dingin akan lebih baik
2)    Sering merubah posisi thermostat
3)    Petugas Baru:
a.      Ketidaktahuan sifat vaksin
b.      Ketidaktahuan tata cara penyimpanan vaksin
c.      Ketidaktahuan packaging vaksin
4)   Penyimpanan vaksin yang padat sehingga tidak mempunyai ruang sirkulasi.

6.    Pembekuan Saat Pengepakan Pada Vaksin Dtp, Tt, Dt, Dan Hb
Terjadi karena tidak mengikuti petunjuk, bahwa Cold Pack harus dikeluarkan dulu dari freezer dan tunggu selama 30 menit sampai 1 jam baru kemudian masuk ke dalam box vaksin.
Yang terjadi di lapangan:
a)    Dengan alasan karena waktu mendesak, tidak sempat melakukan aturan yang dianjurkan sehingga cold pack dari freezer langsung masuk ke dalam box vaksin.
b)    Sehingga aturan penggunaaan Cold Pack untuk Freeze Sensitive Vaccine di rubah menjadi Cool Pack.




7.    Mencegah Pembekuan Vaksin
a)    Lemari Es dengan Buka Atas
1)    Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB jauh dari evaporator.
2)    Beri jarak 1- 2 cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara
3)    Letakkan termometer dan Freeze-Tag di antara kotak vaksin yang peka pembekuan.
b)    Lemari Es Rumah Tangga (Tidak direkomendasikan)
1)    Selalu letakkan vaksin yang peka pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB) jauh dari evaporator.
2)    Jangan letakkan vaksin di pintu.
3)    Beri jarak 1-2 cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara.
4)    Letakkan termometer dan freeze tag diantara kotak vaksin yang peka pembekuan.
5)    Selalu letakkan botol berisi air (cool pack) di bagian bawah lemari es.
c)    Pemeliharaan Lemari Es/Freezer
1)    Perawatan Harian
a.    Periksa dan catat suhu lemari 3 x sehari pagi, siang, dan sore.
b.    Periksa kondisi Freeze-Tag.
c.    Hindarkan seringnya buka tutup pada lemari es.
d.    Bila suhu sudah stabil antara 2-8 oC pada lemari es atau -15 s/d -25 oC pada freezer. Posisi termostat jangan diubah-ubah dan agar diberi selotip.
2)    Perawatan Mingguan
a.    Periksa kestabilan bunga es pada dinding bagian dalam lemari es.
b.    Bersihkan bagian luar lemari es untuk menghindari karat.
c.    Periksa steker listrik pada stop kontak, jangan sampai kendor.

3)    Perawatan Bulanan
a.  Bersihkan bagian dalam lemari es.
b.  Bersihkan kerapatan karet pintu.
c.  Bersihkan engsel pintu, bila perlu diberi pelumas.
d.  Bersihkan karet pintu, bila perlu beri bedak.
4)    Pencairan Bunga Es
a.  Dilakukan apabila ketebalan bunga es mencapai 0,5 cm.
b.  Pindahkan vaksin ke dalam kotak vaksin atau lemari es lain.
c.  Cabut stop kontak lemari es/freezer (jangan mematikan lemari es/freezer dengan memutar termostat).
d.  Selama pencairan bunga es, pintu lemari es/freezer harus tetap terbuka.
e.  Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair semuanya.
f.  Pencairan dapat dipercepat dengan menyiram air hangat ke dalam lemari es. Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel bunga es. Setelah cair, bersihkan embun/uap air yang menempel pada dinding bagian dalam lemari es.

8.    Penanganan Vaksin Bila Listrik Padam
a)    Jangan membuka pintu lemari es/freezer.
b)    Periksa termometer, pastikan suhu masih diantara 2 oC s/d 8 oC untuk lemari Es (chiller) atau -15o s/d -25 oC untuk freezer.
c)    Hidupkan generator.
d)    Apabila suhu lemari es/chiller mendekati +8 oC masukkan coolpack secukupnya.
e)    Apabila suhu freezer mendekati -15 oC masukkan cold pack secukupnya.
f)    Tindakan ini hanya berlaku 2 x 24 jam.
g)    Selanjutnya setelah 2 x 24 jam selamatkan vaksin dengan mengirim ke tempat lain yang bisa menyimpan vaksin.


9.    Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penanganan Vaksin
a)    Vaksin tidak boleh dikeluarkan dari refrigerator/freezer kecuali untuk pemakaian atau pengiriman.
b)    Pintu refrigerator jangan terlalu sering dibuka (WHO menganjurkan maksimum 4 x sehari)
c)    Vaksin harus disimpan di refrigerator /freezer segera setelah diterima.
d)    Setiap personil/staf yang bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin harus mengetahui cara penyimpanan yang benar.
e)    Refrigerator/freezer hanya dipergunakan untuk penyimpanan vaksin saja.
f)    Proses defrost harus dilakukan jika terjadi penumpukan es lebih dari 1 cm, dan selama proses pendefrosan vaksin harus disimpan pada vaccine carrier box dan dimonitor suhunya.
g)    Harus ditunjuk seorang personil dan cadangan untuk bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin.
h)    Setiap penyimpanan vaksin harus mempunyai alat pengukur suhu yang disertifikasi dan dikalibrasi.
i)     Seluruh pengukur suhu tersebut harus tersambung pada sistem alarm.
j)     Suhu harus dicatat 3x sehari untuk memastikan suhu yang sesuai dengan persyaratan dan setiap personil yang menangani vaksin harus mengetahui batas rendah & tinggi suhu yang diisyaratkan.
k)    Setiap personil tersebut harus mendapatkan training tentang pentingnya penanganan & transportasi vaksin yang baik.
l)     Penyimpanan vaksin harus memungkinkan aliran sirkulasi udara yang baik untuk setiap produk.
m)   Diluent harus disimpan pada suhu kamar.
n)    Seluruh vaksin jerap harus disimpan di tempat yang terhindar dari suhu beku dan kontak langsung dengan es.
                             

10.  Aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Handling Vaksin Secara Umum
a)    Vaksin harus disimpan pada tempat khusus dengan suhu 2-8ÂșC.
b)    Pengeluaran vaksin dari ruang penyimpanan harus memperhatikan tanggal kadaluarsa (FEFO, First Expired First Out) dan urutan masuk vaksin (FIFO, First In First Out). Jadi, vaksin yang memiliki tanggal kadaluarsa terdekat dikeluarkan lebih dulu.
c)    Waktu pengiriman vaksin harus mampu dikelola dengan baik. Perhatikan pula jarak tempuh pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman dan memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama perjalanan. Dengan kondisi tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam kondisi “fresh” saat akan digunakan oleh peternak.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar